Posted in Blog

S E P I

Wuih. Baru ngeblog lagi.
Gak nulis berapa lama ya? Gak BW juga. Hmm… Sepi. Pantasan aja sepi. Hehehe…
Banyak hal yang saya sudah lalui. Ingin cerita tapi selalu saja waktu dan kesempatan yang belum mau mengizinkan saya menulis. Atau mungkin juga karena saya malas kali ya. 🙂

Banyak pelajaran yang dapat saya ambil di bulan Mei kemarin. Bulan Mei adalah bulan kegalauan saya, teman-teman. *Hedeeeeh, sok galau lagi nih si Nining. -___-”
Gimana ya. Saya sudah mendapat ‘ultimatum’ sebanyak tiga kali dari orang-orang yang paling saya hormati dan sayangi. Yang intinya orang-orang di atas saya lah.
‘Ultimatum’nya tentang bagaimana seharusnya saya hidup, cara bergaul yang baik seperti apa, sikapnya harus bagaimana, cara pandang ke depan seperti apa dan banyak lagi nasehat-nasehat yang sangat berharga dari mereka. Iya. Sudah seharusnya saya memperoleh kritik dan saran dari mereka. Saya sudah mau hampir keluar jalur soalnya. Sadar sih sadar, tapi setengah sadar mungkin nih. Hehehe.

Saya mau memperbaiki diri, jadi harus mengikuti apa yang mereka bilang. Saya mau baik, teman. Saya tidak mau menjadikan penyesalan itu di belakang. Sekarang lagi berjuang untuk menjadi apa yang mereka mau karena saya mau baik.

Saya pernah ingat, kata Pak guruku sayang (P’ Syahrir) “Ingatlah bahwa Allah tidak pernah alpa dalam melihat dan menilai hambaNya.” Saat-saat ini adalah waktu paling kritis yang pernah saya alami seumur hidup. Selama ini tidak seperti ini. Saya sudah merepotkan dan melibatkan banyak orang. Karena saya, mereka terbebani. Allah, saya mohon ampun atas semuaNya.

Awal Juni 2012 ini, semoga kebaikan Allah selalu datang kepada kita semua. Amin.
Allah, saya akan berusaha untuk menjadi baik di mataMu dan mereka. Karena saya mau menjadi seperti Nining Syafitri yang seperti Ning ‘Little’ Syafitri. Semangat!!! 😉

Masih banyak hal yang ingin saya ceritakan. Tapi, nanti lain kali saja. Untuk sekarang, cukup sampai di sini. *Tseehhh, gayamu, nduk…

Posted in Blog

S E P I

Wuih. Baru ngeblog lagi.
Gak nulis berapa lama ya? Gak BW juga. Hmm… Sepi. Pantasan aja sepi. Hehehe…
Banyak hal yang saya sudah lalui. Ingin cerita tapi selalu saja waktu dan kesempatan yang belum mau mengizinkan saya menulis. Atau mungkin juga karena saya malas kali ya. 🙂

Banyak pelajaran yang dapat saya ambil di bulan Mei kemarin. Bulan Mei adalah bulan kegalauan saya, teman-teman. *Hedeeeeh, sok galau lagi nih si Nining. -___-”
Gimana ya. Saya sudah mendapat ‘ultimatum’ sebanyak tiga kali dari orang-orang yang paling saya hormati dan sayangi. Yang intinya orang-orang di atas saya lah.
‘Ultimatum’nya tentang bagaimana seharusnya saya hidup, cara bergaul yang baik seperti apa, sikapnya harus bagaimana, cara pandang ke depan seperti apa dan banyak lagi nasehat-nasehat yang sangat berharga dari mereka. Iya. Sudah seharusnya saya memperoleh kritik dan saran dari mereka. Saya sudah mau hampir keluar jalur soalnya. Sadar sih sadar, tapi setengah sadar mungkin nih. Hehehe.

Saya mau memperbaiki diri, jadi harus mengikuti apa yang mereka bilang. Saya mau baik, teman. Saya tidak mau menjadikan penyesalan itu di belakang. Sekarang lagi berjuang untuk menjadi apa yang mereka mau karena saya mau baik.

Saya pernah ingat, kata Pak guruku sayang (P’ Syahrir) “Ingatlah bahwa Allah tidak pernah alpa dalam melihat dan menilai hambaNya.” Saat-saat ini adalah waktu paling kritis yang pernah saya alami seumur hidup. Selama ini tidak seperti ini. Saya sudah merepotkan dan melibatkan banyak orang. Karena saya, mereka terbebani. Allah, saya mohon ampun atas semuaNya.

Awal Juni 2012 ini, semoga kebaikan Allah selalu datang kepada kita semua. Amin.
Allah, saya akan berusaha untuk menjadi baik di mataMu dan mereka. Karena saya mau menjadi seperti Nining Syafitri yang seperti Ning ‘Little’ Syafitri. Semangat!!! 😉

Masih banyak hal yang ingin saya ceritakan. Tapi, nanti lain kali saja. Untuk sekarang, cukup sampai di sini. *Tseehhh, gayamu, nduk…

Posted in Education, Life

Review Book ala Ningning: Dalam Pelukan Sang Guru

Hei hei. Jumpa lagi dalam postingan kali ini.
Akhirnya saya punya kesempatan lagi untuk menulis, teman-teman. Alhamdulillah. Semoga saya bisa BW dan kembali eksis di dunia perbloggingan. Amin amin amin. #ngareppp…

Oke. Kali ini saya mau bercerita tentang sebuah buku. Lebih tepatnya tentang Kumpulan Cerita Pendek. Ini bukan buku saya, tapi milik Pak Dosen. Beliau meminjamkannya untuk saya baca. Katanya baru saja dikirimi oleh-oleh buku dari sahabatnya di Jawa. Kebetulan ada buku Kumcer, dia langsung meminjamkannya ke saya… Aduhh, Pak… Trima kasih.

Buku ini udah dari bulan Maret kemarin ada di Nining. Udah dibaca, mau direview tapi gak sempat-sempat. Biasalah, sok sibuk sayanya. Iya, ceritanya, habis ngereview ini, saya mau mengembalikannya ke P’Dosen. Udah lama nih buku bertengger di rumah. Nanti P’Dosen nyari lagi. Hehehe…

Dalam Pelukan Sang Guru

Judul Buku: Kumpulan Cerita Pendek, Dalam Pelukan Sang Guru.
Pengarang: H. Shobir Poer dkk
Tebal Buku: xii+142 halaman
Penerbit: Q Publisher

Pertama kali memegang buku ini, saya mengamati covernya terlebih dahulu. Terlihat seperti gambar abstrak tapi sarat makna. Lihat saja ada seperti goresan tinta putih berbentuk mesjid di sebelah kiri buku. Dari luarnya saja saya sudah menduga kalau memang buku ini penuh dengan kandungan pesan moral untuk kita.

Berisi tentang 21 cerita pendek di dalamnya dengan beragam cerita yang ditulis oleh 9 cerpenis. Mereka adalah H. Shobir Poer, Toto Dartoyo, Agam Pamungkas, Zaenal Radar T., Mahan Jamil Hudani, Ivekina, Arfan Kelana, Emi Priyanti, dan Insan Purnama.

Menurut saya, cerita-cerita yang dihadirkan dalam buku ini seakan mengingatkan kita untuk selalu ingat kepada Sang Pencipta di setiap langkah yang kita tempuh karena memang ya pada dasarnya kita tidak akan pernah lepas dari Dia. Segala bentuk kesempurnaan itu hanyalah milik Allah, kita hanya bisa bersyukur atas apa yang telah diberikanNya kepada kita dengan tetap menjalankan apa yang diperintahkan.
*Hmm… Masih terlalu banyak dosa yang saya lakukan, Allah. (T.T)

Ada sebuah kutipan dari kumcer ini yang saya rasa isinya menarik. Mau baca? 🙂
“Tapi kenapa banyak orang menderita justru karena cinta?”
“Itu karena mereka mencintai sesuatu bukan karena Allah. Sesungguhnya hakikat cinta adalah keindahan. Jika kau mencintai sesuatu karenaNya, maka dalam keadaan gundah pun kau akan tetap merasakan indah. Sakit dan derita justru akan menjadikan rasa makin sempurna.” (Hal. 80; Dekapan Sayap Cinta Sang Guru; Mahan Jamil Hudani)

Yaah, lagi lagi tentang cinta yang dibahas si Nining. Gak apa-apa ya, teman-teman.
Tapi, ini bukan berarti semua isinya tentang dunia percintaan ya. Isinya beragam kok. Kebetulan aja dapat kutipan tentang lope-lope. Hehehe…

Oke. Oke. I think it’s enough untuk bercerita isi buku ini.
Trima kasih ya, P’Dosen atas pinjaman bukunya… 🙂
Bermanfaat… 🙂

Posted in Education, Friend, Life, Love

Cerita Malam Ini

Mengisi kekosongan di malam ini. Eh, iya. Ini malam Jum’at ya? Katanya malam keramat. Katanya. Tapi, tak apalah. Saya bercerita dulu. Sudah lama tidak bercerita di sini. Mumpung ada waktu untuk menulis. Biar sedikit. Maaf ya, tanpa gambar. Cuma sederet kalimat-kalimat spontanitas yang bersumber dari mind.

Tentang kuliah, alhamdulillah masih berjalan dengan baik. Cuma lagi sibuk menjalani masa-masa PPL II. Dan insya Allah besok sudah hari pelepasan. SMAN 1 Baubau, I will leave you. Wuaaah, pasti saya akan kangen sama anak-anak SMA itu. Utamanya for kelas X RSBI 1, X.10, XI IS 1 dan XI IS 2. Iya. Dari keempat kelas itu, cuma di dua kelas itu (X RSBI 1 dan XI IS 2) saya fokus mengajar, bersama teman saya, Tafry.

Mengajar mereka di kelas. Tidak menyangka. Tiga tahun lalu status saya masih sama seperti mereka, masih menjadi SISWA yang duduk di kursi dan memperhatikan guru yang lagi ngajar. Sekarang kebalikan. Dunia ini terlalu cepat berputar. Saya jadi ibuguru. Hahaha. Ibuguru kecil. >.<
Tiap mengajar selalu bersama tas ransel. Saya gak pernah tuh kalau ngajar nenteng-nenteng tas cewek yang tas samping itu tuh. Gak pernah. Padahal pengen juga seperti itu soalnya selalu liat teman-teman PPL kalau ke sekolah, ya Allah, ringannya. Sementara saya, harus, tidak boleh tidak, nentengin tas ransel. Isinya? Tentu saja, laptop (materi ajar semua di situ boo), kabel, charger, dll. 😀 Iya, soalnya kami ngajarnya pakai slide. Jadi, otomatis harus siap setiap saat dengan laptop. Saya jarang pakai spidol, terkecuali kalau mati lampu. Tapi jujur ya, waktu pertama kali ngajar, saat itu di kelas XI IS 2, waaahhh, saya tidak bisa berbuat apa-apa tanpa infokus. Padahal materi udah dibuat di Power Point. Saya gak mau sia-sia donk hasil kerjaan saya semalaman tidak dipergunakan. Dan pastinya anak-anak pada gak semangat kalau saya harus ngajar HITAM PUTIH toh. Saya sudah yakin itu. Syukurlah, guru pamong saya, Ibu Anisa, menyediakan infocus dan taraaaaaa… Senangnya hati iniiii… Ada infocus, ada kabel. Yeah, let’s teach. Dan mulailah Ning bereksplorasi. Hahaha… Alhamdulillah. Trima kasih, ya Allah.

Menjadi seorang guru bukanlah suatu profesi yang mudah. Dalam profesi tersebut, kita ternyata dituntut untuk mendidik mereka menjadi pribadi yang baik. Bukan cuma tahu mentransfer ilmu pengetahuan yang kita miliki ke mereka. Iya. Di dalam mengajar selalu ada yang namanya psikologi antara murid dan guru. Saya sudah anggap mereka sebagai teman. Iya, umur kita kan tidak terpaut terlalu jauh. Saya udah mau 21 tahun, mereka sekitaran 17 tahunan lah. Lagian juga, tubuh kecil begini pasti dikira masih SMA. Hahaha… *Ngeyel aja lo, Ning. Saya anggap kedudukan kita sama, tapi saya salut sama mereka. Secara pribadi, saya anggap mereka masih memiliki etika yang bagus bagaimana harusnya bersikap terhadap saya dan teman saya ketika di dalam kelas. Attitude-nya bagus. “Pertahankan prestasi dan sikap sopan santunya ya, sayang-sayangku. Dan ingat, tetaplah seperti padi. Percuma kita cerdas, kalau tingkah laku kita tidak baik.”

Rasanya pengen sekali bercerita banyak lagi tentang pengalaman selama PPL II, tapi lain kali saja ya. Nanti disambung lagi. Hmmm, terakhir,
“Terima kasih, GURU-GURUku. Jasa-jasamu tidak akan pernah terlupakan. Saya seperti ini karena didikan kalian yang begitu tulus dan penuh kasih sayang kepada anak-anakmu ini. Trima kasih banyak. :)”

Tambahan sedikit, untuk DIA.
Thanks for you. 🙂
I always love you everyday.

Trima kasih akan rasa ini, Allah.
My love for him, tidak akan lebih dari Engkau. Karena I love him because of You. 🙂
Posted in Life

Hidup Ini Dinikmati Saja

Ketika semuanya telah berakhir dan menuju babak kehidupan baru. Antara saya dan orang-orang terdahulu hanyalah sebagian dari proses kehidupan untuk bisa menjadi lebih baik. Apa yang dihadapi sekarang adalah sebuah langkah pembelajaran untuk bekal ke depannya, sehingga bisa tahu apa yang harus dilakukan ketika orang-orang yang saya butuhkan tidak berada di samping saya. Karena sejujurnya, saya memang butuh mereka. Orang tua, saudara, sahabat, dan teman-teman saya. Mereka salah satu komponen terpenting dalam hidup ini. Do’a dan support mereka tak ternilai harganya. Karena mereka saya masih bisa bertahan.

Mungkin artikel ini cukup menjadi ajang curhat bagi saya pribadi. Terserahlah, bagi Anda yang ingin membacanya, silahkan. Kalau tidak begitu tertarik, ya silahkan tutup. Saya tidak memaksa untuk membaca tulisan ini. Hmmm, kembali ke topik sebelumnya. Rasanya sudah lama tidak menulis. Kegiatan di dunia nyata lagi lagi menjadi alasannya. Sudahlah, tak usah dibahas. Saya sudah cukup bosan mengutarakan alasan itu di sini.

Sekarang sedang menjalani aktivitas-aktivitas yang menyita banyak energi dan pikiran. Tugas dan MID pun datang menghampiri satu per satu. Hampir tidak sanggup. Ya Allah. Pokoknya harus bisa. Selesaikan satu per satu dengan menyeimbangkan time managing. Pada dasarnya sibuk ataupun tidak sibuk sama saja. Sama-sama bisa buat stress dan senang. Jadi kesimpulannya ya hidup ini dinikmati saja. Tidak akan kita nikmati kalau bawaannya mengeluh, mengeluh dan mengeluh. Jalani apa yang ada di depan dan berupaya meminimalisir keadaan yang tidak diharapkan. Insya Allah kita bisa kok. Yang penting yakin, do’a, dan usaha. Tinggal individu masing-masing bagaimana menyikapinya karena semua keadaan itu sama saja.

Baiklah, cukup di sini saya bercurhat ria. Nanti kita jumpa lagi di postingan berikutnya.
Buat teman-teman blogger, minta maaf ya sekarang lagi jarang BW. Maaf banget. >.<

Posted in Friend, Life, Place, Words

The Note in Waiting a Lecturer

Saat berada di kampus.
Banyak versi. MaksudnyA orangnya beragam. Mulai dari penampilan mahasiswa, cara mereka belajar, berpakaian, bersosialisasi antar sesama dan dosen sampai pola pikir yang pada dasarnya berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.

Menurut saya, kalau di kampus, ada mahasiswa cara berpakaiannya ada yang tidak biasa dan biasa-biasa saja. Kalau untuk katakan penampilan yang culun, sepertinya sudah jarang keliatan mahasiswa seperti itu. Semua sudah stylish. Mengikuti gaya yang dia suka. Selagi itu wajar-wajar saja.

Ada mahasiswa, penampilan biasa, tapi otak encer. Ada mahasiswa, penampilan luar biasa, tapi otaknya tidak terlalu encer. Lagi, mahasiswa, penampilan luar biasa, tapi otak encer. Dan ada juga, penampilan=tingkat kecerdasan=biasa. Yaa, begitulah manusia. Eh, maksudnya mahasiswa.

Kalau ada salah seorang mahasiswa yang berpenampilan ‘wah’ atau aneh bin ajaib, terkadang mahasiswa lain menjadikannya sebuah topik pembicaraan. Hahaha… Saya sih cuma mendengar-dengar saja. Cuma senyum-senyum doank. Tidak terlalu begitu mengkritik. Atau karena mungkin pada dasarnya saya orang cuek. Tidak peduli dengan yang tidak ada hubungannya dengan saya. Mungkin saja. Saya juga kurang tahu.

Kehidupan kampus begitu beRwarna. Saat-saat sibuk menghadapi tugas, mid, dan final bersama teman-teman. Senang, marah, tertawa, sedih. Semua rasa ada di sini. Walaupun suasananya memang berbeda, tidak seperti di SMA dulu. Di kampus, kita dituntut untuk survive dengan cara kita sendiri hingga nanti jadi lulusan yang bisa bertanggung jawab atas nilai dan latar belakang pendidikannya…

Hmmm… Sekarang saya sudah semester 5. Semoga saja bisa melewati masa-masa perkuliahan ini dengan baik. Amin.

Posted in Life, Love

Jodoh

sumber: google

Haaa, saya menulis hal yang seperti ini. Ada apa? Mengapa ya? Kenapa? Alasannya? *panik.

Apa karena saya masih berstatus single hingga mau menulis topik seperti demikian? Dan tandanya mau mencari jodoh?

Waaah, kalau yang baca artikel ini dan berpikiran seperti demikian, ”Eitttzzz, tidak bisa!!!” :p

Tidaklah. Walaupun saya masih single, ada sih pikiran seperti itu, tapi masih diPENDING dulu, readers. 😀

Masih mau fokus kuliah. Doakan ya, readers. Semoga saya bisa lulus dengan baik dan cepat. 😀

Aminnnn…

*Celinguk kiri kanan. Baru nyadar, kenapa pembukanya jadi sesi curhat-curhatan.

Huaaa, kebablasan. Maaf, readers. Maaf, readers. Tidak sengaja.

Saya terhanyut dengan judul artikelnya. 😀

Oke. Mari fokus ke topik, Ning!

Seperti yang kita ketahui bersama, jodoh itu Allah yang tentukan. Benar, bukan?

Ada beberapa peristiwa yang sering kita jumpai di dalam kehidupan sehari-hari.

Sebenarnya terkesan gimanaa gituuu, tapi itulah. Sebuah fakta yang terjadi.

Ada sepasang kekasih yang telah berpacaran sekian lama, berakhir di pelaminan. Tentunya, tahap di awal ini yang masih bisa dianggap jodoh. Kalau sudah menjalani kehidupan rumah tangga dan di pertengahan harus PISAH, ini disebut apa ya? *Saya HMB aja yaaa…

Karena saya tahu diri. Masih belum pantas bicara satu level di atas saya. *Ya iyalah, Ning. Karena kamu belum pernah merasakan kehidupan rumah tangga itu seperti apa. Jadi jangan dulu banyak bicara. Kamu hanya diperbolehkan melihat dan memahami kehidupan mereka. Apa yang sebaiknya dilakukan, apa yang sebaiknya tidak boleh dilakukan sebagai pelaku kehidupan rumah tangga. -____-“ Agar nanti di kehidupan yang akan kamu jalani, kamu bisa meminimalisir munculnya keadaan yang tidak diinginkan.

Waaah, saya diceramahi kata hati saya.

“Oke, Bu Hati. Insya Allah dilaksanakan perintahnya.”

Eh, iya. Topiknya belum selesai. Tuh kannn, jadi curcol.

Lanjut ya. Ada lagi, sepasang kekasih yang telah berpacaran, dan berakhir dengan perpisahan. Tidak sampai ke pelaminan. Nah, lo. Tidak jodoh alias belum jodoh ya?

Ada juga, yang udah pacaran dengan orang yang ‘bisa masuk kategori’, eh ujung-ujungnya nikah dengan orang yang ‘tidak masuk kategori’. (Bisa mengartikan sendiri kan KATEGORI itu seperti apa).

Ingat kata Mama saya kemarin malam. Ketika itu saya bersama Resty di dalam kamar. Karena ada sepupu saya (yang lain) datang karena something, trus pulang. Spontan sayanya bilang “Wuiihhh, keras kehidupan! Semoga tidak terjadi sama saya kehidupan yang tidak diinginkan itu.” *Ada pengubahan sedikit.

Eh, mama malah bilang, “Makanya, kalau dicarikan jangan membantah. Bisa cari sendiri, asal direstui.

Saya yang tadinya di ruang tamu, pura-pura tidak mendengar dan tidak peduli apa yang baru saja dikatakan mama, langsung balik ke dalam kamar dan meminta penjelasan kembali tentang statement itu sama Resty. *Waaah, ketahuan. Cuek cuek tapi sebenarnya tidak mau cuek. 😀

Hmmm… HMB.

Waaahh, pokoknya kalau bicara hal seperti ini COMPLICATED.

Belum selesai satu dua paragraf. Masih ada paragraf-paragraf yang lain yang mengikutinya, dan saya yakin, readers malah akan bosan dengan hal itu. Hehehehe…

Cuma ada 5 kata, CINTA, tapi masalah dan situasinya UNLIMITED PROBLEM.

Ngggg… Sepertinya waktu untuk bercerita saya telah habis. Waktu udah menunjukkan sekitar jam 8, saatnya bersiap ke kampus.

Semoga saya bisa mengupdate blog ini secara teratur, ya Allah. Karena saya kangen di tengah-tengah kesibukan sekarang ini. Walaupun tergolong tulisan tingkat rendah, tapi saya ingin menulis. Saya kangen dengan dunia ini. Dunia yang mau menampung apa yang saya sedang rasakan dan pikirkan sekarang. Tentunya, dengan style tulisan saya yang KAJOL. 😀

*KAJOL = KAgak JOLas.

Posted in Life

Fenomena ‘Nomor Kesasar’

sumber: google

Apakah Anda pernah mengalami kejadian ‘nomor kesasar’ di handphone Anda sendiri?
Ketika nomor baru masuk dan dengan SKSDnya si penelepon menanyakan nama, tempat tinggal, status, masih sekolah/kuliah atau sudah kerja, tanpa kita tahu yang sedang menelpon ini siapa? Mengapa sampai menelpon ke kita? #aneh.

Ada beberapa alasan yang sering, entah itu dari teman-teman atau saya sendiri ketika mengalami kejadian tersebut, dikemukakan oleh si penelepon kesasar itu kepada si penerima (kita).  Contohnya:

– “Saya tahu nomor kamu karena pernah missedcall ke nomor saya.”
*Padahal tidak merasa me-missedcall ‘nomor kesasar’ itu. -____-“

– “Nomor ini saya lihat sudah ada di daftar contact handphone saya.”
*Bukan urusan saya… :p Mana saya tahu… Kamu siapa, saya siapa? -__-“

Well, kejadian ini mungkin sudah lazim terjadi. Ada orang yang cuek dengan masalah ini hingga tidak mempedulikan nomor kesasar itu dan selesai. Stuck di situ saja, seperti tidak terjadi apa-apa. Nggak neko-neko. Langsung stop to be continued. Hehehe…

Ada juga orang yang mempedulikan nomor kesasar ini, dilanjutkan dengan SMSan, telponan, hingga akhirnya janjian untuk ketemu. Nah, di saat kopi darat itulah satu sama lain bertemu. Dagdigdug juga karena penasaran dengan wujud si penelepon kesasar itu seperti apa, apakah yang seperti diinginkan atau tidak, sesuaikah dia dengan suaranya, entahlah. Moment ketemuan itu adalah saat pembuktian kenyataan yang ada. 😀

Seperti teman sekantor saya alami beberapa minggu lalu. Teman saya seorang perempuan, kita anggap saja namanya A, dan si cowok nomor kesasar itu B. Tepatnya tanggal 5 September kemarin fenomena ‘nomor kesasar’ itu terjadi, si A menanyakan alasan kenapa si B menelepon, dan jawabannya seperti di atas tadi, karena nomornya si A pernah memissed call si B. Padahal si A tidak merasa begitu. Hmmm… Aneh. #thinking…  Beberapa hari si A tidak mempedulikan nomor itu, tapi kemudian si A mulai ada perhatian dengan si B itu. Dengan kata lain, mulai mengangkat telepon dari si B. Yaaa, cuma sekedar kenalan sih. Nah, tidak lama kemudian si B mengajak untuk ketemuan. Antara mau dan tidak mau ketemuan nih. Hiihihi… Tapi, akhirnya ketemuan juga. Dan tahu? Yang ketemuan dengan si B bukan cuma si A saja, tapi dengan teman-teman sekantornya juga, kami berlima. Sempat ada yang bilang di antara kami kalau seumpama orang yang punya nomor kesasar itu buru-buru mau ketemuan, biasanya orangnya ‘amburadul’. *Jeglek. Si teman juga menyarankan sama si A kalau untuk ketemuan bilang sama si B kalau si A memakai baju yang berbeda dari yang sebenarnya. Hahaha… Untuk antisipasi kali ya kalau orangnya ‘amburadul’. 😀 Soalnya teman yang menyarankan rencana itu pernah mengalami kejadian seperti ini dan hasilnya kurang memuaskan. Tau kan alasannya mengapa.

Alhasil, rencana dan saran itu tidak jadi. Malah langsung ketemuan dan syukuran si B itu ‘lumayan’ juga. Dan kita berlima pun berkenalan dengan si B. Hahaha…

Wah. Wah. Wah. Sepertinya teman saya ini beruntung berkenalan dengan si pemilik nomor kesasar itu. Sekarang, saya tidak tahu lagi bagaimana kelanjutan hubungan mereka, apakah masih menjadi teman atau sudah menjadi lebih dari teman. Entahlah. Hehehe…

Oh, iya. Fenomena ‘Nomor Kesasar’ itu jangan dianggap remeh lho. Bahkan bisa-bisa hubungannya lanjut ke pelaminan, seperti keluarga dari teman saya beberapa tahun lalu. Malah sekarang sudah memiliki anak. Ya, seperti itulah. Aneh, tapi bisa terjadi. Nothing is impossible. Hidup tak bisa ditebak. Bisa saja kenyataan yang terjadi di luar ekspektasi. *jiaaah, gaya bahasamu, Ning. Sok. Sok. -___-“

Posted in Friend, Life, Love

‘Renungan Buat Ibu’ dari Pak Guru

Tepatnya tanggal 26 Agustus 2011 Pak Guru saya, L.M. Syahrir, mentagkan sebuah note on Facebook, judulnya Renungan Buat Ibu. Isinya sangat menyentuh. Ada 9 orang yang me-LIKE note dari pak guru dan empat siswinya mengomentari catatan itu. Semuanya terharu membaca note itu.

Penasaran? Ini dia.

RENUNGAN BUAT IBU

by Lm Syahrir on Friday, August 26, 2011 at 9:22pm

Ibu …. semalam engkau datang padaku… setelah sekian tahun kita tak bertemu….

Ibu … di malam jumat 26 ramadhan engkau datang mengunjungiku… seakan engkau datang menyirami hatiku dengan cahaya-cahaya kasihmu yang sudah cukup lama tidak kurasakan lagi…

Ibu… apakah engkau tahu bahwa anakmu sekarang sedang galau.. sebagaimana dahulu engkau paling tahu keadaan anakmu ini… walau jarak memisahkan kita berdua…

Ibu… masih lekat dalam ingatan ananda… bahwa begitu eratnya hubungan batin yang terjalin di antara kita berdua… lebih dari kakak-kakakku yang lain…. engkau sakit pada saat anakmu di negeri orang sakit…. dan anak tiba-tiba merasa resah dan gelisah… pada saat ibu merasa sedih….

Ibu… adakah makna lain dari kedatanganmu kali ini… selain untuk memuaskan dahaga kasih sayang bagi anakmu setelah sekian waktu engkau meninggalkanku….  apakah ibu merasa tidak nyaman di tempat ibu sekarang berada sehingga ibu ingin agar anak mengirimkan apa-apa yang terbaik bagi ibu….

Ibu … semalam ananda sangat bahagia…. anak dapat menikmati wajah ibu yang bercahaya… anak dapat mengelus kembali rambut ibu yang panjang, lurus dan harum… dan ananda dapat menggendong ibu kembali… sebagaimana dulu sering ananda lakukan….

Ibu… ananda sangat rindu pada mu…. walau akhir-akhir ini aku jarang sekali menyambangimu… tetapi ananda tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menoleh pada ibu di saat ananda lewat di kediaman ibu…. seraya melambungkan doa-doa dalam hati… semoga ibu senantiasa mendapatkan kelapangan, penerangan, dan kebahagiaan di kehidupan ibu sekarang….

Ibu… ananda sadar bahwa di saat ibu meninggalkan ananda… masih ada 2 harapan ibu yang belum ananda penuhi…. maafkan ananda ibu… ananda hanyalah manusia yang penuh dengan keterbatasan.. namun demikian.. ananda akan tetap mengusahakan hal tersebut agar dapat terwujud sebagaimana harapan ibu…. walau ibu tidak sempat lagi merasakan dan menikmati hal itu… sebagaimana yang senantiasa berulangkali ibu inginkan pada saat kita masih

bersama-sama….

Ibu … kembali ananda terkenang saat-saat indah sewaktu ananda masih kecil hingga besar…. selama waktu itu… tidak pernah terlewatkan waktu kita berdua… dimana ananda sering meletakkan kepala ananda di pangkuan ibu yang damai… ibu mengelus kepala ananda dengan seganap rasa cinta kasih yang paling tulus dari pada apapun yang pernah anda kecap di dunia ini… dan pada saat itu… mengalirlah cerita-cerita indah dan nasehat serta amanah-amanah… yang hingga sekarang masih ananda ingat dan menjadi patron hidup ananda ibu….

Ibu… ananda menyadari bahwa pada saat ibu pergi… belum banyak yang dapat ananda perbuat pada ibu.. yang dapat membahagiakan ibu… walau ananda tahu bahwa ibu tidak pernah menuntut hal itu….

Masih lekat dalam ingatan ananda… obrolan kita pada saat ananda mengintropeksi diri ananda atas sikap dan perilaku ananda terhadap ibu… yang senantiasa ananda lakukan setiap saat…. “ Ibu… dalam satu bulan terakhir ini… apakah ananda melakukan hal-hal yang membuat ibu tidak berkenan dan menyusahkan hati ibu “….. ibu selalu menjawab dengan penuh kasih : “Anakku… tidak ada satupun dari sikap dan perilaku yang ananda perlihatkan pada ibu yang menyusahkan hati ibumu ini… yang ibu rasakan darimu anakku…. ananda senantiasa membuat ibu senang dan bahagia “

Oh Ibu…. betapa dalam perasaan cintah kasih yang engkau  curahkan pada anakmu ini….

Ibu … tadi pagi aku datang di atas pusara ibu… dan menghaturkan doa-doa terbaik yang bisa dihantarkan oleh seorang anak kepada orang tuanya yang telah tiada… semoga ibu senantiasa mendapatkan kelapangan… penerangan… dan kasih sayang dari Sang Khalik yang sudah menetapkan untuk memanggil ibu kembali keharibaannya….

Oh Ibu… semoga ibu dapat dengan tenang menjalani masa penantian di alam Barzakh… saat ini ananda belum dapat mengikuti ibu… karena saat yang ditetapkan kepada ananda mungkin belum tiba…. tetapi satu yang ananda senantiasa harapkan…. pada saat waktu yang ditentukan pada ananda tiba… dan anandapun dipanggil menghadap kepada Sang Khalik…. ananda berharap dapat bertemu ibu dalam keadaan yang lebih bahagia… dari segala

kebahagiaan yang pernah kita rasakan di dunia ini….

Duhai Ibu… ananda sangat merindukan pertemuan denganmu kembali….

Allahuma… Rabbighfirli waliywaliydayya warhamhuma kamaa rabbayyani saghiroh….

Ibu….

Bagaimana? Apakah Anda tersentuh ketika membaca catatan yang dibuat dengan hati ini?

Dari sinilah awal ketidakbisaan saya dalam menganalisa. *Wuihhh, saya kalah, readers, kalau bicara menganalisa kata-kata itu. -_-” Maaf. Atau saya yang kurang konsen?

Oke. Lanjut.
Catatan ditulis pada tanggal 26 Agustus, tiba-tiba SMS masuk tanggal 28 Agustus. Dari Pak Guru.

Ning… Di catatanku yang terakhir itu ada sst yg aku ingin kalian sring lakukan.. kr2 apa yo..

Karena kebetulan malam itu saya kedatangan tamu alias teman-teman SD, saya meminta izin sama beliau untuk membalasnya setelah mereka pulang.

Esoknya. SMS masuk lagi. Dari Pak Guru. 0.O

Manami jwbnx ditunggu dr td malam

OMG. Saya lupa.  Saya tidak menepati janji karena ketiduran. *Maaf, ya, Pak Guru 🙁

Mulailah saya menjawab dengan jawaban yang tidak begitu baik. -_-”
Sayang, isi SMS untuk pak guru telah terhapus secara otomatis di HP saya. Jadi tidak bisa mempublishnya dalam artikel ini.
*Pak Guruuu, saya  minta maaf. Jawabannya tidak memuaskan…

Jawaban pertama saya. *kalau tidak salah ingat intinya seperti ini:
Kita harus saling menyayangi satu sama lain.”
Balasan SMS dari Pak guru. “Bukan itu.”

Jawaban kedua saya. *kalau tidak salah ingat.
Kita harus mematuhi segala perintah orang tua. Buat mereka bahagia. Selalu mendoakan mereka dengan segala kebaikan-kebaikan.
Balasan SMS dari Pak guru. “Itu sudah keharusan, g usah dibilang.. jd bkn itu jg.

#JEGLEK…
Saya langsung minder… Seperti nggak punya potensi apa-apa di dalam menganalisa catatan itu. Saya yang kurang baca, kurang paham, atau kurang merasakan isi catatan itu? Sampai-sampai semua jawaban yang saya kirimkan ke Pak Guru salah.
*Deehh. Hampir putus asa.

Akhirnya, saya kembali mengirim SMS ke Pak Guru berkat bantuan sahabat saya, Mega.  *Sudah hampir putus asa menemukan jawaban yang tepatnya.

Jawaban ketiga. “Manfaatkan wktu sebaik2x dgn sll berbkti kepada ibu slagi beliau msh shat karena kita tidak akan tahu sampai kapan ibu bersama kita.
Balasan SMS dari Pak Guru. Tidak ada. :'( *Sedddiiihhh… Padahal saya penasaran sekali dengan jawaban yang diinginkan pak guru itu.

Cek per cek, saya membuka Facebook. Ada notifikasi, Pak Guru mengomentari catatan Renungan Buat Ibu. Dan taraaaaa… Pak Guru telah menuliskan jawaban itu. *Mungkin. Perasaan saya kok bilangnya iya.

Membaca komentar dari Pak Guru itu, saya sadar. Telah banyak kesalahan yang saya lakukan kepada kedua orang tua. Saya malah pernah membuat mereka menangis. Utamanya kepada Mama. Iya, karena kelakuan saya. Saya akui itu. Saya masih belum bisa menjadi anak yang baik rupanya. Maafkan saya, Mama.

Setiap yang saya minta, mereka selalu berusaha untuk memenuhi permintaan itu. Tapi, setiap apa yang mereka minta, kadang saya berusaha untuk menolaknya. Malaslah, tidak mau lah, yang jelas tidak mau melakukan apa yang mereka minta. Padahal cuma pekerjaan ringan saja. Saya malah merasa masih kurang baik sebagai anak kepada orang tua dan kakak dari kedua saudara saya.
Oke. Mari kita lanjutkan cerita tentang catatan Pak Guru sebelum saya membahas terlalu jauh curhatan saya. Jangan biarkan saya menangis lagi ketika menulis di paragraf ini. -_-“

Komentar Pak Guru menyadarkan hati kecil saya kalau saya sudah seharusnya begitu. Harus bisa membahagiakan mereka. Seenggaknya berusaha mematuhi perintah mereka. Berbuat apa yang diinginkan mereka hingga mereka bisa tersenyum. Karena saya belum siap kehilangan mereka berdua untuk saat ini. Masih banyak hal yang saya belum lakukan untuk kebahagiaan mereka. Saya masih ingin bersama-sama mereka. Walaupun memang, terkadang apa yang mereka inginkan dari kita tidak selamanya sejalan dengan apa yang kita ingin lakukan. Dan hal inilah yang kadang berat untuk kita lawan. Antara keinginan diri sendiri dan orang tua yang berbeda arah.

Ada satu kata yang bisa meluluhkan hati ini *menurut saya. Kita harus IKHLAS. Iya. Segala yang kita lakukan untuk mereka harus dengan jalan IKHLAS. Iya. Ikhlas karena Allah. Saya juga masih belajar untuk bagaimana bersikap ikhlas melakukan apa yang orang tua inginkan ketika harus berlawanan dengan keinginan saya.

Pak guru, terima kasih untuk catatan dan komentarnya. Maaf, Pak. Saya belum bisa menjawab pertanyaan pak guru itu. Mungkin saya terlalu bodoh untuk menganalisa isi catatan itu atau mungkin saya masih kurang paham akan catatan itu. Pak guru, saya minta maaf dan terima kasih.

*Karena komentar Pak guru di catatan itu, saya akhirnya menanamkan kata-kata beliau di dalam pikiran dan hati dengan baik-baik setiap orang tua saya mulai berinstruksi. *LEBAY…. :p
Ketika saya rasa sanggup melakukan apa yang orang tua inginkan hingga mereka bisa tersenyum, saya akan jalankan. Kalau tidak, mmm… sepertinya saya harus belajar lagi.
Posted in Friend, Life, Love

Untuk Sahabat-Sahabatku Tersayang

sumber: google

Untuk sahabat-sahabatku tersayang. Kali ini adalah kali kedua saya menangis. Kemarin malam saya menangis dan kali ini saya menangis lagi, ketika sebelum saya menulis tulisan ini. Mungkin karena saya orangnya terlalu mengandalkan perasaan hingga akhirnya saya sering suka menangis. Saya terlalu cengeng. Iya. Tapi, tak apalah. Saya sudah seperti ini. Perasaan saya, sifat saya, dan pembawaan saya yang terlalu sensitif terhadap sesuatu yang dirasa terlalu touching dan berujung pada tangisan. *PARAH. >.<

Saya menangis bukan karena saya patah hati sama seseorang, saya menangis bukan karena saya ada masalah dalam keluarga, saya menangis bukan karena itu. Saya menangis karena terlalu peka terhadap keadaan di sekitar saya. Saya tidak perlu mengumbarnya di sini, cukup dibaca saja apa yang saya tulis *bagi yang mau membaca.

Oke. Lepas dari itu. Saya sempat mendapatkan kumpulan kata-kata yang berguna bagi kita semua. Sebetulnya, ini bisa dianggap sebuah pengingat bagi saya agar tetap berada pada norma-norma yang telah ditentukan. Utamanya ketika kita menjalin persahabatan dengan seseorang. Jadi, apa salahnya saya menuliskannya di blog ini, bukan? Ingat ya, saya cuma menshare, tidak bermaksud menggurui karena saya juga masih proses pembelajaran. Teruntuk yang menciptakan kata-kata ini hingga sampai kepada saya, saya ucapkan terima kasih banyak. Setidaknya dengan kata-kata ini bisa membuat perasaan saya lebih tenang dari sebelumnya.

“Salah paham di antara sahabat itu wajar. Mungkin karena ada sesuatu yang membuat salah satu pihak kecewa. Orang bilang pada saat kita memiliki sahabat akrab, kita harus siap karena orang yang berpotensi membuat kita kecewa adalah orang terdekat dengan kita, jadi semua itu harus disikapi secara bijaksana.

Masalah yang muncul itu sebagai tuntutan kedewasaan dari masing-masing pihak. Kalau kita bisa berbesar hati dan jiwa (menerima kelebihan dan kekurangan sahabat kita) dengan masalahnya itu dan beritikad baik untuk menyelesaikannya, justru kita akan lebih dewasa dari sebelumnya dan persahabatan kita akan lebih baik dan berkualitas ke depannya.

Kita bersahabat. Tentunya kita akan semakin akrab, bukan? Namun, semakin erat persahabatan kita dengan seseorang, kita harus menjaga diri, bukan semakin los dalam segala hal. Bisa saja, tapi harus terukur, kita harus tetap memperhatikan batas-batas kewajarannya. Ini salah satu hal yang harus diingat. Mengapa kita tidak seharusnya semakin los dalam segala hal ketika kita sudah bersahabat dengan seseorang? Selama kita menjadi manusia kita harus ingat, dalam sadar ataupun tidak sadar, pasti akan ada khilaf dan seorang sahabat akan lebih cepat kecewa dengan hal itu daripada yang bukan sahabat.

Kata orang pengalaman itu adalah guru terbaik. Semoga bagi kita yang lagi berselisih paham dapat saling menerima kelebihan dan kelemahan yang lain dengan IKHLAS. Itu kata kuncinya. Dengan ikhlas Allah akan memberikan lebih dari apa yang kita harapkan. Walaupun memang, pada mulanya untuk bersikap IKHLAS itu pun sulit untuk dijalankan. Bagaimanapun banyaknya orang akan menasihati kita tentang keikhlasan itu bagaimana dan dampaknya, jikalau kita sendiri masih belum bisa mau membuka hati, tentu saja itu akan terlihat sia-sia.

Saya hanya berharap semoga kita bisa menjadi pribadi-pribadi yang baik dari sebelumnya. Ini hanyalah sebuah proses pendewasaan bagi kita semua untuk menyikapi sebuah masalah dengan pikiran yang lebih matang lagi. Sekarang yang kita butuhkan adalah pemahaman atas kepribadian diri sendiri dan sahabat-sahabat kita.

Yang menuliskan hampir sebagian kata-kata ini sangat berharap banyak dari seorang sahabat, karena hanya karena bersahabat karena Allah, orang akan mendapatkan kebaikan-kebaikan dari sebuah persahabatan. Yang menuliskan ini menyampaikan bahwa persahabatan itu sangat diinginkan dalam Islam. Salah satu golongan yang akan mendapatkan naungan di hari Mahsyar, di hari yang tidak ada naungan sama sekali kecuali 7 golongan, adalah orang-orang yang bersahabat karena iman kepada Allah.”

Lewat tulisan ini, saya hanya ingin menumpahkan apa yang saya rasakan saat ini. Saya juga memohon maaf atas segala kesalahan saya terhadap kalian (sahabat), yang pernah saya lakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Saya memang tidak terlihat sempurna karena saya juga pernah melakukan kesalahan, sampai detik ini pun saya sengaja atau tidak sengaja melakukan kesalahan itu. Bagi yang pernah menjadi korban kesalahan saya, saya mohon maaf amat sangat.

Mungkin kata MAAF tidak cukup, tapi seenggaknya saya sudah berani jujur atas kesalahan yang saya lakukan, utamanya yang tadi malam menelpon saya. Minta maaf karena saya belum bisa menempatkan posisi yang baik dalam keadaan seperti ini. Terkadang kita harus berbelok arah dari yang telah ditentukan demi kebaikan kita bersama dan saya tidak berpikir ke arah itu akibatnya mungkin akan membuat keadaan menjadi tambah runyam. Mianhae…  Saya minta maaf atas kecerobohan saya.