Well, cuma ini yang bisa Ning kasih ke Mama. Untuk sementara ini dulu. Maaf, Ma. Masih sangat terlalu sederhana. Sudah tidak dapat berkata-kata lagi. Yang jelas, seperti itulah. Maaf sebesar-besarnya, Ma. Ning banyak sekali salahnya. Sehat selalu ya, Ma. MANGATSEEE!!!
Author: admining
(Mungkin) Sendiri Dulu
Sambil menikmati masa-masa kritis karena tesis ini, saya mau bercerita dulu. Tentang perjalanan saya pasca Januari 2016 kemarin hingga sekarang. *Kalau yang merasa tulisan ini menyampahkan pengetahuan Anda, monggo gak usah dibaca. Hehehe…
As we know, saya mahasiswa tingkat akhir yang lagi (sok) sibuk ngurus tesis, (sok) sibuk baca artikel jurnal, (sok) sibuk cari teori, (sok) sibuk cari pembimbing yang jadwal bimbingannya seminggu sekali. Bukan juga itu, judul saya pun yang belum kelar. See, what stupid I am. Udah dari bulan Oktober 2015 kemarin kita seminar penentuan pembimbing tapi judul aja masih belum fix. How come? -____-“ Yaaa, salah saya sendiri sih sebenarnya. Nah kan, saya bukan contoh mahasiswa yang baik. Maklum, saya mah biasa-biasa aja. Otak nda encer-encer amat tuh. 😀 “Makanya, Ning. Belajar dari Oppa Lee Ju Young”.
Sekarang udah masuk Maret 2016. “Kapan seminar proposalnya, Ning?”, pertanyaan itu serasa suatu perintah di mana saya harus duduk di pojokan terus nunduk sambil garuk-garuk tanah, terus gak nyadar air matanya jatuh. Eh, sedih sendiri sayanya. Iya, ini nih yang lagi gencar-gencarnya diperjuangkan sebelum memperjuangkan cintanya hati. *eeaaa 😀 Ingat kata salah satu sahabat saya yang mau nikah tahun ini kepada Mey dan saya, “Kalian cepat-cepat urus tesisnya, supaya jodohnya juga cepat.” Errrr… -____-“ Mentang-mentang dia mau nikah. Yaa, itung-itung sebagai moodbooster untuk semangat terus kerja tesisnya.
Oh iya, tadi sempat kepikiran sama adek pertama saya, Arini. 😀 Nggak tahu kenapa. Mungkin karena tanggal 4 Maret kemarin dia ulang tahun ya dan saya nggak ngasih hadiah apapun ke dia. Maklum, Sist. Saya belum punya uang sendiri. Nanti ya, kapan-kapan.
Terasa sekali perbedaannya ketika ada dan tidak ada dia di sini. After January 2016, saya harus ke Makassar untuk menyelesaikan ‘tugas mulia’ ini dan dia stay bersama keluarga di Baubau. It means saya harus sendiri di sini. Kemarin dia enak, kerja skripsi saya yang temani; ke café untuk kerja skripsinya ditemani, translate artikel jurnalnya ditemani dan dibantu untuk ditranslatekan juga, sampai-sampai ditunggui di luar ruangan pembimbingnya sampai selesai. Enaknya begitu, Arinces ee. Na saya? Kerja tesis sendiri. Nda ada yang tanya-tanya kabar kemajuan tesis dan pembimbing. Ada memang yang nanyain, itu Mama sama Papa. Tapi LDR e… Kasianku mi. LOL.
Be honest, bedami rasanya nggak ada anak galak itu. Kalau naik motor, biasanya boncengan. Kalau dia yang bawa motor, dia paling tidak suka dipeluk. -___-“ Na bukan ji LGBT inie… Tapi kapan kalau saya yang bawa motor, sudah dia yang paling cerewet dari belakang. Marah-marahnya itu lho.
“Ko (kamu) hati-hati, Ning. Sini saya yang bawa motor.”
“Orang itu ambil jalur kiri…”
“Jan (jangan) terlalu kiri”
“Jan terlalu kanan”
“Ko di tengah-tengah.”
“Ko parkir bagaimana kah? Sini saya yang parkir.”
Kata-kata itu yang biasanya keluar dari omelannya. Katanya kalau saya yang bawa motor suka tidak jelas. Bagaimana tidak jelas, cuma diomeli begitu tapi nggak dikasih tahu alasannya kenapa. Saya kan jadi bingung, Sist. Saya diomeli dari saat perjalanan sampai mau nyari parkiran. Kadang suka ketawa dalam hati kalau sudah diomeli begitu.Tapi saya sih nggak terlalu dimasukin dalam hati karena untuk kebaikan diri sendiri juga kan. Yaa, sok-sok cuek kalau diomeli, tapi sebenarnya peduli. That’s Aries’ way. 😀
Tadi juga, kebetulan lapar menghampiri sepulang dari kampus, saya singgah di tempat makan dekat rumah. Biasanya dia pesan nasi goreng, saya mie kuah. Eh, saya pesannya nasi goreng. Ingat dia sih. Yaa, kangen aja. Teman ada sih, tapi kan mereka punya kesibukan lain dan rasanya beda kan saudara kandung dan yang tidak. Hehehe.
Kemarin juga. Di saat lagi stress-stressnya sama tesis, saya memutuskan untuk nonton film di bioskop. With whom? No one. Sendirian. Di kala judul film ini pasnya nonton sama teman-teman. Serasa mau menertawakan diri sendiri. 😀 Biasanya kan kalau nonton itu sama adek. Jadinya asik, nggak kerasa jones-jonesnya. 😀 Eh, bukan jones, tapi high quality single. LOL. #bukanmodus.
Biasanya kalau jalan di mall, kalau udah lapar saya mulai memberikan semacam kode-kodean ke Arini agar kita cuss ke tempat makan terdekat. Sayangnya, responnya tidak mendukung aksi saya. Katanya, “Jangan makan di mall, mahal.” LOL. Saya maklum sama pemikirannya. Sebagai anak perantau harus pintar perhitungan. Di sisi lain, perut juga butuh perhatian kan. Saya selalu teringat sama omongannya Papa, “Kalau sudah lapar, makan.” Jadi tiap saya lapar, ya harus makan, Arinces. Di manapun itu. Walaupun kadang pandangan kita tentang harga makanan itu berbeda. Kadang dia merasa mahal dan saya merasa itu lumayan murah. 😀 Ya udah, saya ngikut aja. Makannya nanti di rumah. Palingan kalau untuk mengganjal perut, beli roti atau snack. -_-‘ Sekarang, kalau jalan sendirian di mall, udah lebih menimbang-nimbang berapa rupiah yang harus dikeluarkan. Utamanya untuk masalah makanan. Hahaha. Keras kehidupanga…
Apa-apa sendirian. Mau gimana lagi. Kenyataannya begitu. Tidak selamanya ekspektasi yang indah itu berbanding lurus dengan kenyataan yang ada. Contohnya? Gak usah pake contoh deh. Nanti dibilang modus lagi. 😀 Walaupun begitu, kok saya seperti fine-fine saja. Yaa, just enjoy it. Tapi, kadang itu berbahaya juga lho. Seperti kata 9gag.com. “Loneliness is dangerous. It’s addicting. Once you see how peaceful it is, you don’t want to deal with people.” And I shouldn’t do like that because I also need someone who can make a peace in my heart. Eeeaa… Ingat tesis, Ning. Ingat tesis. Jangan dulu eeaa eeaa… 😀 Iya, sist. Lagi on fire ini, berjuang untuk kemaslahatan keluarga. Hehehe. Mangatse…!!! Loneliness is not a hindrance, but a spirit for focusing on what I am doing.
Kegalauan (Bukan) Anak Kura-Kura
Semuanya akan indah pada waktunya.
‘Pada waktunya’ bukan berarti hanya menunggu dan tanpa usaha.
Karena ‘akan indah pada waktunya’ mengandung arti ketika kita telah melakukan segala sesuatunya dengan baik agar tujuan tercapai, maka waktu yang dinanti tersebut akan datang.
Sebagai contoh, saya sebagai mahasiswi tingkat akhir yang menginginkan untuk segera dinyatakan sebagai alumni.
Tidak mungkin kan saya hanya mengatakan indah pada waktunya dan usaha saya tidak ada. It cannot work.
Iya, memang akan indah, tapi waktunya? It will need long time to come into that time. I don’t want. :'(
Menganggap diri seperti kura-kura karena saya merasa lambat untuk masalah tesis ini. Judul tesis saja masih belum jelas. Perasaan deg-degan bertemu pembimbing itu merupakan momen yang krusial sekali. Bertemunya bapak dan anak dalam membahas penelitian, teori dan fenomena tentang pendidikan menjadikan saya seperti orang yang duduk di pojokkan sambil menundukkan kepala di ruang gelap. Suram!
Bukan salah pembimbing saya, tapi salah saya sendiri. Masih takut, masih belum percaya diri, dan masih kurang ilmunya. Saya harus banyak membaca, membaca, membaca dan membaca. Artikel jurnal ini, artikel jurnal itu. Semuanya serba butuh usaha dan pengorbanan.
Allah, keluarga, sahabat dan media sosial adalah salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan sebagai supporter saya dari penatnya kehidupan dunia tesis. Beribu motivasi diri juga sudah dipush untuk tetap on fire. Memahami posisi diri sendiri pun harus sering-sering disadari. Sebagai anak pertama, sebagai yang dicontoh, dan sebagai yang diharapkan untuk segera menyelesaikan kuliah sesegera mungkin. Galaunya tuh dapat bangetttt… 😳
Mamaku sayang, tolong doakan anakmu ini supaya segera ujian proposal lalu pulang ke Baubau meneliti. Karena rasa-rasanya mau pulang dulu eee… Seperti sesak napas karena belum ujian proposal…
Segini amat ya kalau mau jadi Magister. Butuh air mata. :'( Tapi sebagian yang telah melewati masa-masa ini pasti tidak pernah mengalami seperti apa yang saya alami. Bagaimana tidak, sebelum kuliah sudah ada persiapan sebelumnya. Na saya? Salah satu contoh mahasiswa yang kurang baik. Jangan dicontoh. Saya bukan mahasiswa yang hebat. Saya bukan akademisi sejati. Saya bukan apa-apa.
Melanjutkan studi adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Menimba ilmu pengetahuan bukanlah hal yang sulit, Ning. Nikmati saja prosesnya. Toh juga ini demi kelangsungan hidup dan masa depan. Niatnya kan karena Allah. Semua karena Allah. Kuliah karena Allah, nanti nikah juga karena Allah kan? *Eh… :):):):):)
Jika ada yang tidak sengaja mampir di blog saya dan membaca postingan ini, saya minta maaf tulisan ini alurnya tidak jelas. Bicara kegalauan tesis sampai ke pernikahan. Sama, seperti pikiran saya tentang tesis yang masih mengawang-ngawang, belum ditahu arahnya ke mana. Semoga ada titik pencerahan di hari Senin nanti. :'(:'(:'( Aamiin.
As we see, saya sengaja menulis seperti ini karena kegelisahan yang ada di dalam diri sudah tidak dapat dipendam. Semua serba di tengah-tengah tanpa kepastian ke mana arah selanjutnya.
Kita lihat sampai berapa lama jangka waktu tulisan tentang kegalauan saya ini dengan tulisan syukuran proposal (nanti, in syaa Allah). Semoga waktunya berdekatan. No need long time. Aamiin.
Semangat, Ning! Harus optimis. Allah bersamamu, Nak. Ning tidak pernah tinggalkan Allah toh? Nining kan anak baik. Kemarin Ning cuma belum tegas saja terhadap apa yang menjadi aturan Allah.
Optimis bukan berarti harus arrogant ya, Nak.
Semangat!!!
Kegalauan (Bukan) Anak Kura-Kura
Semuanya akan indah pada waktunya.
‘Pada waktunya’ bukan berarti hanya menunggu dan tanpa usaha.
Karena ‘akan indah pada waktunya’ mengandung arti ketika kita telah melakukan segala sesuatunya dengan baik agar tujuan tercapai, maka waktu yang dinanti tersebut akan datang.
Sebagai contoh, saya sebagai mahasiswi tingkat akhir yang menginginkan untuk segera dinyatakan sebagai alumni.
Tidak mungkin kan saya hanya mengatakan indah pada waktunya dan usaha saya tidak ada. It cannot work.
Iya, memang akan indah, tapi waktunya? It will need long time to come into that time. I don’t want. :'(
Menganggap diri seperti kura-kura karena saya merasa lambat untuk masalah tesis ini. Judul tesis saja masih belum jelas. Perasaan deg-degan bertemu pembimbing itu merupakan momen yang krusial sekali. Bertemunya bapak dan anak dalam membahas penelitian, teori dan fenomena tentang pendidikan menjadikan saya seperti orang yang duduk di pojokkan sambil menundukkan kepala di ruang gelap. Suram!
Bukan salah pembimbing saya, tapi salah saya sendiri. Masih takut, masih belum percaya diri, dan masih kurang ilmunya. Saya harus banyak membaca, membaca, membaca dan membaca. Artikel jurnal ini, artikel jurnal itu. Semuanya serba butuh usaha dan pengorbanan.
Allah, keluarga, sahabat dan media sosial adalah salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan sebagai supporter saya dari penatnya kehidupan dunia tesis. Beribu motivasi diri juga sudah dipush untuk tetap on fire. Memahami posisi diri sendiri pun harus sering-sering disadari. Sebagai anak pertama, sebagai yang dicontoh, dan sebagai yang diharapkan untuk segera menyelesaikan kuliah sesegera mungkin. Galaunya tuh dapat bangetttt… 😳
Mamaku sayang, tolong doakan anakmu ini supaya segera ujian proposal lalu pulang ke Baubau meneliti. Karena rasa-rasanya mau pulang dulu eee… Seperti sesak napas karena belum ujian proposal…
Segini amat ya kalau mau jadi Magister. Butuh air mata. :'( Tapi sebagian yang telah melewati masa-masa ini pasti tidak pernah mengalami seperti apa yang saya alami. Bagaimana tidak, sebelum kuliah sudah ada persiapan sebelumnya. Na saya? Salah satu contoh mahasiswa yang kurang baik. Jangan dicontoh. Saya bukan mahasiswa yang hebat. Saya bukan akademisi sejati. Saya bukan apa-apa.
Melanjutkan studi adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Menimba ilmu pengetahuan bukanlah hal yang sulit, Ning. Nikmati saja prosesnya. Toh juga ini demi kelangsungan hidup dan masa depan. Niatnya kan karena Allah. Semua karena Allah. Kuliah karena Allah, nanti nikah juga karena Allah kan? *Eh… :):):):):)
Jika ada yang tidak sengaja mampir di blog saya dan membaca postingan ini, saya minta maaf tulisan ini alurnya tidak jelas. Bicara kegalauan tesis sampai ke pernikahan. Sama, seperti pikiran saya tentang tesis yang masih mengawang-ngawang, belum ditahu arahnya ke mana. Semoga ada titik pencerahan di hari Senin nanti. :'(:'(:'( Aamiin.
As we see, saya sengaja menulis seperti ini karena kegelisahan yang ada di dalam diri sudah tidak dapat dipendam. Semua serba di tengah-tengah tanpa kepastian ke mana arah selanjutnya.
Kita lihat sampai berapa lama jangka waktu tulisan tentang kegalauan saya ini dengan tulisan syukuran proposal (nanti, in syaa Allah). Semoga waktunya berdekatan. No need long time. Aamiin.
Semangat, Ning! Harus optimis. Allah bersamamu, Nak. Ning tidak pernah tinggalkan Allah toh? Nining kan anak baik. Kemarin Ning cuma belum tegas saja terhadap apa yang menjadi aturan Allah.
Optimis bukan berarti harus arrogant ya, Nak.
Semangat!!!
Komik Dari Twit-nya Raditya Dika

A Brief Info of This Comic:
Author : Raditya Dika
Ilustrator : Milfa Saadah
Publisher : GagasMedia
Page : vi + 130 pages
Edition : First Edition
Year : 2016
ISBN : 979 – 780 – 854 – 8
Jadi ceritanya hasil karya terbaru penulis kesukaan saya, Raditya Dika (RD), telah terbit Februari 2016 ini. Alhamdulillah. Sebenarnya tidak ada niat untuk mau membeli secara inden karena this is a comic, not a book. Tapi, karena junior yang sama nge-fansnya sama RD, Nanang Alfianti, berhasil membujuk saya dengan kalimat persuasifnya. 😀 Maka jadilah, saya inden di Gramedia Panakukkang, dia inden via online. Hehehe… Gimana bukunya, Nang? Udah tiba? 😀
Well, saya indennya tanggal 4 Februari 2016 di Gramedia Panakukkang. Dua minggu kemudian, 19 Februari 2016, saya ditelpon dari pihak Gramed bahwa komiknya sudah dapat diambil. Hari itu juga saya go to MP and grab it fast. Thank you buat Nova yang sudah menemani waktu inden dan Hikma waktu ngambil komik ini. Begini nih, pengaruh adik sudah duluan balik ke Baubau dan saya masih stay di sini untuk menyelesaikan tugas besar. Berani bertindak, berani bertanggung jawab. Berani sekolah, berani menyelesaikan nya dengan baik dan tepat waktu. >.< Aamiin.
Kembali ke topik. Jadi, sesuai apa yang dikatakan RD kalau pesannya secara inden dapat kaos dan tanda tangannya dan Milfah, sang ilustrator. Yaa, alhamdulillah sekali, saya dapat seperti apa yang dijanjikan. Ini adalah kedua kalinya hasil karya RD yang saya lakukan for the sake of getting ori signature from him. 😀 Tinggal ketemuan langsung yang belum terwujud. Smoga dapat terealisasi. Aamiin. >.< Btw, gambar kaosnya agak gimanaaa gitu. Rada-rada gak setuju. Soalnya tidak mewakili perasaan. Hahaha. Tapi lucu saja. Kayak ada manis-manisnya gitu. 😀 Oh iya, kaosnya warna putih, ukurannya pas sama badan kecil kayak saya. (y) (y) Makasih makasih, Bang RD.
Komik RD ini memiliki enam tema di dalamnya, yaitu: Naksir, Pacaran, Mantan, Baper, Jomblo dan Kegelisahan. Busyeeettt… Waktu pertama liat topiknya, bebetul ini la Radith ee… Cinta semua pwa. Iya, semua tentang keadaan di sekitar kita, entah itu pengalaman diri sendiri atau orang lain. Hampir semua cerita dari komik ini membuat saya dari tersenyum kecut sampai tertawa terbahak-bahak. LOL. Bang Radith, kok kamu lucu romantis kreatif begini sih?
Dari sisi kemasan, RD sangat kreatif dalam memproduksikan segala bentuk idenya ke dalam wadah yang bisa dinikmati orang banyak. Seperti ini nih. Cuma gara-gara twit, bisa dibuat komik. Kemasan ide yang bagus kan? Keren deh.
Komik ini adalah salah satu hiburan di sela-sela menyelesaikan big project saya. Cukup terhibur dengan kehadirannya di sini. Walaupun cuma sebuah printed comic, but it gives happiness for me. Alhamdulillah. Mmm, dengan ini saya merekomendasikan bagi siapa saja yang butuh candaan ringan untuk membaca Komik Dari Twit-nya Raditya Dika. 😀
“Karena kegelisahan ada baiknya ditertawakan”. Happy Satnite, guys! 😀
Komik Dari Twit-nya Raditya Dika

A Brief Info of This Comic:
Author : Raditya Dika
Ilustrator : Milfa Saadah
Publisher : GagasMedia
Page : vi + 130 pages
Edition : First Edition
Year : 2016
ISBN : 979 – 780 – 854 – 8
Jadi ceritanya hasil karya terbaru penulis kesukaan saya, Raditya Dika (RD), telah terbit Februari 2016 ini. Alhamdulillah. Sebenarnya tidak ada niat untuk mau membeli secara inden karena this is a comic, not a book. Tapi, karena junior yang sama nge-fansnya sama RD, Nanang Alfianti, berhasil membujuk saya dengan kalimat persuasifnya. 😀 Maka jadilah, saya inden di Gramedia Panakukkang, dia inden via online. Hehehe… Gimana bukunya, Nang? Udah tiba? 😀
Well, saya indennya tanggal 4 Februari 2016 di Gramedia Panakukkang. Dua minggu kemudian, 19 Februari 2016, saya ditelpon dari pihak Gramed bahwa komiknya sudah dapat diambil. Hari itu juga saya go to MP and grab it fast. Thank you buat Nova yang sudah menemani waktu inden dan Hikma waktu ngambil komik ini. Begini nih, pengaruh adik sudah duluan balik ke Baubau dan saya masih stay di sini untuk menyelesaikan tugas besar. Berani bertindak, berani bertanggung jawab. Berani sekolah, berani menyelesaikan nya dengan baik dan tepat waktu. >.< Aamiin.
Kembali ke topik. Jadi, sesuai apa yang dikatakan RD kalau pesannya secara inden dapat kaos dan tanda tangannya dan Milfah, sang ilustrator. Yaa, alhamdulillah sekali, saya dapat seperti apa yang dijanjikan. Ini adalah kedua kalinya hasil karya RD yang saya lakukan for the sake of getting ori signature from him. 😀 Tinggal ketemuan langsung yang belum terwujud. Smoga dapat terealisasi. Aamiin. >.< Btw, gambar kaosnya agak gimanaaa gitu. Rada-rada gak setuju. Soalnya tidak mewakili perasaan. Hahaha. Tapi lucu saja. Kayak ada manis-manisnya gitu. 😀 Oh iya, kaosnya warna putih, ukurannya pas sama badan kecil kayak saya. (y) (y) Makasih makasih, Bang RD.
Komik RD ini memiliki enam tema di dalamnya, yaitu: Naksir, Pacaran, Mantan, Baper, Jomblo dan Kegelisahan. Busyeeettt… Waktu pertama liat topiknya, bebetul ini la Radith ee… Cinta semua pwa. Iya, semua tentang keadaan di sekitar kita, entah itu pengalaman diri sendiri atau orang lain. Hampir semua cerita dari komik ini membuat saya dari tersenyum kecut sampai tertawa terbahak-bahak. LOL. Bang Radith, kok kamu lucu romantis kreatif begini sih?
Dari sisi kemasan, RD sangat kreatif dalam memproduksikan segala bentuk idenya ke dalam wadah yang bisa dinikmati orang banyak. Seperti ini nih. Cuma gara-gara twit, bisa dibuat komik. Kemasan ide yang bagus kan? Keren deh.
Komik ini adalah salah satu hiburan di sela-sela menyelesaikan big project saya. Cukup terhibur dengan kehadirannya di sini. Walaupun cuma sebuah printed comic, but it gives happiness for me. Alhamdulillah. Mmm, dengan ini saya merekomendasikan bagi siapa saja yang butuh candaan ringan untuk membaca Komik Dari Twit-nya Raditya Dika. 😀
“Karena kegelisahan ada baiknya ditertawakan”. Happy Satnite, guys! 😀
English Camp SMP IT Al-Fikri Makassar & GAU ASE 2016
Jadi ceritanya, pada tanggal 7 – 13 Februari 2016 kemarin, ada sebuah kegiatan English Camp SMP Islam Terpadu Yayasan Al-Fikri Makassar bekerja sama dengan GAU ASE (Global Action of Utility Achievement of Spiritual Enlightment) di Kelurahan Tompobalang dan Taman Prasejarah Leang-Leang, Bantimurung, Maros. Pesertanya berjumlah 27 orang yang terdiri dari 20 siswa dan 7 siswi. Didampingi oleh 2 guru pembina Al-Fikri (Ustadz Irham dan Ustadzah Kurnia) dan 4 tutor bahasa Inggris (Kk Arni, Kak Asdar, Kak Sahlim dan saya, Nining Syafitri). Kalau bisa dibilang, this is my first time to be a tutor in English Camp. Yaa, Alhamdulillah, hitung-hitung dapat kesempatan untuk menambah pengalaman mengajar.

Pembukaan berlangsung pada tanggal 7 Februari 2016 dihadiri oleh para siswa, orang tua murid, para guru SMP Al-Fikri, tutor, Kepala Sekolah SMP Al-Fikri; Bapak Ahmad M. Abdullah, S.Ag., M.I.Kom, dan Direktur GAU ASE sebagai Penyelanggara Kampung Bahasa Bantimurung, Bapak Andi Samsurijal, S.S., M.Hum di Taman Prasejarah Leang-Leang. Sedangkan Kegiatan Penutupan diadakan pada tanggal 13 Februari 2016 di pondokan Kel. Tampobalang dan dihadiri oleh para siswa, pemilik pondokan; Bapak H. Lahab, para guru Pembina dan para tutor.

Dalam acara penutupan, baik Pak H. Lahab ataupun guru Pembina memberikan sepatah dua kata tentang kegiatan English Camp tersebut dan tidak lupa juga nasehat untuk para siswa agar tetap menjadi yang baik sesuai jalan Allah. Saya masih ingat salah satu nasehat yang dikatakan Pak H. Lahab untuk para siswa, “Jadilah seperti padi, makin berisi makin merunduk.” Harus rendah hati. Tidak boleh sombong. Pepatah tentang padi yang umum terdengar, namun saya baru melihat dari dekat dan langsung bagaimana padi itu merunduk. Hehehe.

Selain itu, Ustadz Irham di akhir acara penutupan sebelum sesi foto bersama dan ramah tamah dengan Bapak dan Ny. H. Lahab, ada pembacaan juara masing-masing kategori, yaitu the highest score, the most favorite, the most diligent, the funniest, the most active and the most excited.

Oh ya, kegiatan kami setiap pagi adalah berolahraga, makan pagi, kemudian berjalan dari pondokan menuju Taman Prasejarah Leang-Leang untuk belajar di sana. Jaraknya lumayan jauh. Tapi, hal itu menyenangkan karena di sepanjang perjalanan, kami disuguhi pemandangan yang alami sekali. Hijau semua. Disarankan sih harus ada fasilitas yang memadai, seperti penyewaan sepeda. Sehingga para murid tidak harus berjalan kaki terus-menerus.

Alhamdulillah. Di taman tersebut, kami menghabiskan waktu dengan belajar dan bermain. Syukurnya adalah terdapat sebuah masjid di depan taman tersebut, jadi para siswa, guru dan tutor dapat shalat di mesjid tersebut. Kemudian melanjutkan aktifitas hingga sore hari menjelang shalat Ashar. Malamnya selepas Maghrib, mereka melakukan Muroja’a (menghafal hafalan Al-Qur’an yang telah dihafal). Hari pertama bersama mereka, saya pribadi WOW WOW dengar mereka melakukan muroja’a. Masih SMP, sudah jadi penghafal Al-Qur’an. Apa kabarnya saya? Jadi malu sendiri. Mereka hebat-hebat. Dilanjutkan makan malam dan shalat Isya, kemudian learning English together. Setelah itu, it’s time to take a rest.

Selain belajar seperti biasa, di English Camp ini diadakan kegiatan English Survival di Taman Prasejarah Leang-Leang. Di mana kegiatan ini seperti melakukan suatu perjalanan dari pos ke pos, dari pos 1 hingga pos 4 dengan syarat harus mendapatkan pita dari masing-masing pos. Caranya adalah dengan menjawab pertanyaan berbahasa Inggris dari masing-masing penjaga pos.

Lanjut, hari-hari berikutnya kami mendatangkan tamu pengajar, seperti native speaker berkebangsaan Amerika, yaitu Mr. Abdi. Beliau menetap di Makassar dan memiliki sebuah kafe, Be Smart Coffee, di mana kafe tersebut dijadikan tempat belajar Bahasa Inggris bagi para pengunjung yang ingin belajar bahasa Inggris. Di hari itu, para siswa akhirnya dapat berinteraksi langsung dengan native speaker, melalui diskusi dan permainan. Kemudian, Mr. Hamka. Seorang mahasiswa pascasarjana Unhas program studi Bahasa Inggris yang telah memiliki pengalaman ke luar negeri dan terkenal dengan aksen Britishnya. Mr. Hamka selain mengajar, dia juga memberikan permainan kepada para siswa dan berhasil mengundang tawa di antara kami. Whispering Game adalah salah satu permainan yang paling seru dan buat tertawa terbahak-bahak. This is because of Hasan. Hasann, you are the most favorite student.
Jika waktu menjelang sore, sepulang dari taman, para siswa biasanya langsung pergi ke sungai dekat pondokan. Entah itu karena mau berenang ataupun mencuci di sungai.

Semakin lama, semakin banyak hal menyenangkan yang saya peroleh. Terutama mengamati tingkah laku masing-masing siswa yang notabenenya adalah masih berstatus SMP. Mereka memiliki karakteristik masing-masing. Saya malah anggap mereka seperti teman. Lagian juga, tinggi mereka dan saya tidak jauh-jauh amat, malah tinggian mereka. LOL. 😀 Pada hari pertama Camp, saya secara pribadi merasa terbebani mental. Hampir menyerah. Hehehe. Bukan karena anak-anaknya tidak sopan, not. Tapi lebih ke cara saya dalam mendekati mereka. Memang beda ya pendekatan ke pembelajar dewasa dan pembelajar yang muda seperti ini. Sebagai guru, harus memiliki pendekatan personal dan beragam cara agar pembelajaran terasa menyenangkan. Namun, semakin hari, saya berusaha bertahan dan mencoba berbaur dengan mereka, dan alhamdulillah saya dapat berkomunikasi dengan baik bersama mereka. Jadi serasa anak SMP lagi begitu. 😀 Hal ini mengingatkan saya pada tahun 2010 kemarin, ketika pertama kalinya menjadi seorang guide untuk mahasiswa Korea. Dumbatznya dapat banget. 😀 Tapi, pada akhirnya tugas yang diemban juga dapat diselesaikan dengan baik. Alhamdulillah. Yaa, memang semuanya cuma butuh waktu saja.
Setiap sesuatu itu ada kelebihan dan kekurangannya. Seperti halnya di English Camp ini. Internet and mobile network is not good. Susah dapat jaringan e. Harus ke luar rumah dulu baru dapat sinyal bagus. Tapi, tidak masalah untuk saya. Tidak eksis di dunia maya selama seminggu kemarin, cukup melatih diri untuk melupakan yang namanya medsos. 😀 Overall, di tempat kami mengadakan English Camp ini dapat dijadikan salah satu rekomendasi tempat yang nyaman untuk menikmati suasana pedesaan yang sudah jarang dirasakan (menurut saya). Tempat yang cocok untuk mengungsikan diri dari ramai dan sibuknya suasana Kota Makassar.
Di akhir kegiatan, kami meminta para siswa untuk menulis kesan dan pesannya tentang kegiatan ini dan Alhamdulillah sebagian besar mengatakan mereka ingin English Camp dilanjutkan lagi tahun depan dan diperpanjang waktunya. Alhamdulillah kalau respon mereka bagus berkaitan dengan kegiatan ini. Mudah-mudahan tahun depan saya dapat berpartisipasilah. Terima kasih buat Ketua Panitia, Kak Arni dan Sekretaris, Kak Asdar, yang telah melibatkan saya dalam kegiatan yang berkesan ini.

Yah, sampai di sini dulu cerita singkat saya selama seminggu di Leang-Leang. No signal, but interesting. Thank you, English Camp. You make me be more experienced English educator.

Cerita Pagi di Kampus Merah
Terbesit keinginan untuk menikmati pagi di kampus merah ini. Tidak sendiri, namun bersama teman sedaerah yang sedang melanjutkan studi juga di kampus yang sama namun berbeda program studi. Sebut saja namanya Nova. 😀 Kami berjalan menyusuri jalanan yang dijejeri pepohonan rindang. Tidak berlari, namun berjalan.
Berjalan sambil bercerita tentang jalan kehidupan masing-masing. Kami memiliki cerita yang beragam. Mulai dari kehidupan keluarga, pendidikan, hingga asmara. Ya, topik-topik tersebut mendominasi pagi ini. Alasannya adalah karena mereka memang menarik untuk dibahas.
Tentang keluarga, bagaimana berbedanya karakter dan fisik kami sebagai anak pertama di antara para adik. Salah satu cerita yang kami angkat tadi adalah bagaimana saya di antara saudara-saudara yang lain. Ya, saya memiliki dua saudara kandung. Di antara kami bertiga, saya adalah anak perempuan yang tingginya paling semampai, semeter tak sampai. 😀 Sedangkan, anak kedua dan ketiga, untuk modal tinggi itu, cukuplah. Saya juga heran mengapa cuma saya yang kecil di antara mereka-mereka yang cukup tinggi. ‘Tiny banget’. Walaupun demikian, saya bersyukur. Tetap toh, harus bersyukur. 🙂 Hehehe. Nova dan saya saling berbagi untuk cerita-cerita seperti itu dan jarang untuk tidak menertawainya bersama.
Berbicara tentang pendidikan. Pendidikan yang kami tempuh untuk mencapai di titik S2 ini adalah hasil jalan hidup kami yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya. Dengan biaya sendiri alias dari orang tua, kami toh sampai juga di tahap akhir semester. Kami sempat berharap akan ada beasiswa setelah terdaftar sebagai salah satu mahasiswa pascasarjana di kampus ini. Namun Allah masih belum memberikan rezeki itu walaupun kemarin kami sempat mengikuti proses penyeleksian beasiswa, seperti Tanoto dan Bakrie. Alhasil, kami belum berhasil. Secara pribadi, saya sempat kecewa mengapa beasiswa bukanlah salah satu rezeki yang saya miliki. Namun, saya tetap menyadari bahwa Allah pasti tahu yang terbaik untuk saya. Dan hasil perbincangan bersama Nova tadi, ceritanya semakin menegaskan saya bahwa memang Allah itu Maha Adil. Nova bercerita bahwa mungkin Allah tidak memberikan beasiswa kepada kami, namun Dia memberikan rezeki itu lewat orang tua. Mengapa? Agar kami selalu mengingat bahwa melanjutkan sekolah ini karena pengorbanan orang tua. Hingga akhirnya, jika sukses nanti, kami tidak akan meremehkan orang tua, tidak merasa bahwa kesuksesan itu milik pribadi sendiri karena kami sendiri yang berusaha. Sempat teringat apa yang dikatakan ayah (Pak Chay) sebelum kami menginjakkan kaki di kampus ini. Beliau sempat memberikan petuah pada kami. Kira-kira seperti ini, jika Allah telah mengizinkan kalian untuk melanjutkan sekolah. Percayalah, jalan itu akan selalu ada. Dan iya, terbukti sekarang. Rezeki alhamdulillah ada. Yaa, rezeki datangnya kapan dan di mana saja. Dan jalan untuk mencapai tujuan kami berada di kampus ini sedikit lagi tercapai. Butuh doa dan usaha lebih lagi. Semoga semuanya berhasil. Aamiin yaa rabbal alamiin. Sempat tidak menyangka juga bahwa dengan keadaan yang seperti ini, kami bisa juga melewati semuanya satu per satu, tahap per tahap.
Di dalam kesempatan ini, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua saya. (Walaupun hanya lewat tulisan). Terima kasih karena sudah mengikhlaskan anakmu untuk sekolah walaupun banyak pengorbanan yang dilakukan untuk mencapai cita-citanya. “Tidak mungkin juga kami membiarkan kalian hanya melihat teman-teman lain lanjut di kala kalian juga ingin lanjut. Toh juga kalian kalau belajar pasti membawa hasil. Yang penting kalian jadi anak penurut itu saja sudah cukup bagi kami,” kata papa via telepon sore tadi. Papa ee, bisa saja berkata-kata. Jadinya nangis kan nih.
Last but not least. Kami percaya Allah telah memberikan jalan untuk jodoh kami masing-masing. Kami hanya harus memperbaiki diri lagi menjadi lebih baik. Memantaskan diri agar menjadi pantas memiliki jodoh yang telah diridhai oleh Allah. *Kalau masalah ini, tidak perlu dibahas banyak ya. Cukup tahu saja bahwa hal ini adalah lumrah di saat kami menginjak usia 20-an.
Pagi memang selalu memberikan warna tersendiri.
Untuk hidup yang lebih baik.
Optimislah, Ning!
Usahakan selalu berada di jalanNya.
Karena Allah selalu berada di sampingmu. 🙂
Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.
Negeri Van Oranje and Lopi Cafe
On January 26, 2016, my cousin, Fitri, and I went to walk around again after doing something that must be done for the sake of the family interest. 😀 Our destination was Panakkukang Mall (MP) and Lopi Cafe. Firstly, we visited MP for walking around and seeing female stuffs, like shoes, clothes, dress, etc. And you know what I felt, I just tried to control my self. 😀 Although it was interesting, but it was not still my main attention.
Negeri Van Oranje
We tried to go to Cinema 21 Panakkukang to see what movies that still in “NOW PLAYING”. I looked there was still “Negeri Van Oranje.” Thanks God, it was still playing. So, I invited Fitri to watch that film. I liked the actors, such as Chicco Jerikho, Arifin Putra and Abimana Arisatya. But, Ge Pamungkas, he is not a cool guy because I already knew him as a comedian. 😀 If I am asked to comment this film, I will say that this film makes me ‘BAPER’ and gloomy. Hmmm… A man that always hides from Lintang, finally he could get married with her. >.< I could say that the film was romantic and entertaining. 🙂
Next plan was we went to Lopi Cafe, Cafe and Eatery. It is near MP. It is located in Jl. Boulevard No. 26 AB. Most of materials such as tables, chairs, and ornaments were made by wood. I think the cafe mixes between modern and traditional culture. It could be seen from one of wall sides, the wall was painted a couple who wore traditional clothes of Makassar and another side it was fulfilled by modern ornaments, like unique mirrors. It was full of music and AC. So, I felt comfortable to be in the cafe. I enjoyed it. 🙂
Oh ya, there were many kinds of foods and drinks. But we only ordered French Fries, Hot Cappucino, and Milkshake Vanilla. Mmm, they had nice taste.
Basically, I rarely hung out with friends in places like this because my assignments of study spent my time a lot. Therefore, I did not know well which interesting places to visit in Makassar. Fitri was a person who recommended me for trying to go to Lopi Cafe and her recommendation was a good place.
Overall, what we did yesterday, it made me more aware that it inspired me to design something that will be done someday. Aameen. 🙂
Antara Mendidik dan Mengajar
Teringat perbincangan yang lalu bersama Kak Monica dan Kak Suaib di warung mace Fakultas Sastra Unhas setelah kelas yang menguras isi kognitif untuk bekerja. Tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan. Yang pada intinya, kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan tidak selamanya berlaku, khususnya dalam urusan rumah tangga. Tetap, laki-laki berada pada posisi tertinggi sebagai pemimpin, pemimpin rumah tangga.
Laki-laki sebagai suami yang peranannya untuk mendidik (to educate), dan wanita sebagai seorang istri yang tugasnya untuk mengajar (to teach). Itulah mengapa istri lebih cerewet ketimbang suami. Utamanya dalam membesarkan anak. Contohnya ketika seorang suami berdiskusi pada istrinya tentang suatu hal yang berkaitan dengan anak, maka sang istri akan menindaklanjuti hal tersebut kepada anak-anaknya dengan cara dan bahasa yang mudah dipahami. Di sinilah, istri akan lebih banyak berbicara kepada anak-anaknya daripada suami. Sehingga, sebagai anak terkadang merasa ibu itu yang lebih sering berbicara dan bapak yang cenderung diam dan disegani.
*Tulisan ini bukan bersifat menggurui dan sok tua, namun ingin mengutarakan apa yang menjadi pendapat saya. Jika ada yang salah, mohon dibenarkan. Hanya sekedar memahami walaupun belum pernah mengalami sebagai pendamping “seorang pemimpin. ” 😀