Posted in Friend, Life

Pertemuan Akhir Tahun

Left2right: Kk Asdar, Kk Yandri, Ning, Hikma, Arini, & Kk SahlimLeft2right: Kk Asdar, Kk Yandri, Ning, Hikma, Arini, & Kk Sahlim

“Tidak terasa kami sebagai para mahasiswa yang sedang melanjutkan studi telah berada di akhir Semester 3. Itu tandanya status kami berubah menjadi mahasiswa tingkat akhir, yang akan berjuang menyelesaikan pendidikan formal ini menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama, khususnya di bidang ilmu yang kami tekuni, pendidikan bahasa Inggris. Alhamdulillah. Semoga semuanya berjalan dengan lancar. Aamiin.”

Perjalanan yang kami lewati hari kemarin (25 Desember 2015) dimulai dengan menghadiri akad nikah teman sekelas kami, Kk Ayz, di sekitar Jl. Latimojong. Awalnya ragu kalau kami tidak bisa menghadiri acara tersebut karena cuaca di Kota Makassar yang hujan terus-menerus. Alhamdulillah, hujannya reda sekitaran pukul 11.00 WITA. Dan kami pun memutuskan untuk melanjutkan rencana ke Jl. Latimojong.

Kk Ayz terlihat cantik sekali dalam balutan busana adat Makassar kehijau-hijaunnya. Bersama pasangannya, terlihat sangat serasi sekali. Subhanallah. “Kak Ayz, semoga rumah tangganya samawa ya. 🙂 “

Selepas shalat Jum’at, kami pun izin pamit ke Kk Ayz dan keluarga. Ya, kami melanjutkan perjalanan ke rumah Kk Yandri. Di sanalah kami merangkum semua cerita perjalanan masing-masing secara garis besar. Cerita diawali dengan kisah percintaan (yang ini lama pembahasannya) oleh salah seorang teman kami :D, kemudian dilanjutkan dengan kisah kehidupan kampus dari semester 1 hingga semester 3; bagaimana kami di kelas bersama para dosen. Duka dan suka itu pun muncul di tengah-tengah kami saat itu. Ya, kami memiliki kisahnya masing-masing. Si pengundang tawa, Kk Asdar, banyak memberikan kontribusi cerita yang akhirnya membuat kami tidak bisa menahan rasa tawa kami untuk diekspresikan. 😀

DSC_0145

Kalau saya tidak salah, kesimpulan dari sekian banyak cerita yang diutarakan bahwa Benar, skenario Allah itu adalah skenario terbaik. Allah telah mengatur semua jodoh, rezeki dan kematian umatNya. Lagi dan lagi, semua kembali kepada Allah. Sekeras apapun kita berusaha, sejauh apapun kaki melangkah, jika Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan, ya mencoba berjiwa besar. Ada hikma di balik semuanya. Saya ingat apa yang dikatakan salah satu guru SMA terbaik saya, kata beliau, “Jangan pernah membenci Tuhan. Beraninya jika kau menyalahkan Tuhan.” Jleebb.

Inilah pertemuan kami di akhir tahun. Entah kapan lagi kami bisa seperti ini. Menyibukkan diri dengan tesis pasti akan membuat kami jarang berkumpul lagi. Namun, semoga hal ini akan membawa kami pada saat yang bersamaan untuk memakai toga. Terima kasih, teman-teman. You have colored my life experiences. 🙂

Setidaknya, pertemuan akhir tahun ini memberikan banyak pelajaran hidup yang kami tidak dapat temui di buku-buku perpustakaan. Hanya dengan berbagi cerita bersama teman menjadi salah satu obat untuk menjadi lebih baik. 🙂 In addition, kami bersyukur kepada Allah bahwa akhirnya telah ada kejelasan untuk semuanya agar di awal tahun depan nanti kami sudah bisa mengetahui apa-apa saja yang menjadi prioritas kami.

Si Anak Kedua
Si Anak Kedua

*Special note for my beloved sister, Arini.
Thank you for being my sister. Thank you for still regarding me as your sister. Maaf, selama ini saya banyak buat salah. Smoga saya dapat menjadi lebih baik lagi. Dirimu juga. Mudah-mudahan Allah memberikan rezeki dan jodoh yang baik untukmu. Aamiin.

Posted in Education

Promosi Doktor Lee Juyoung di Universitas Hasanuddin

Bersama Dr. Lee Juyoung dan Yuli Yastiani, M.Hum
Bersama Dr. Lee Juyoung dan Yuli Yastiani, M.Hum

Dr. Lee Juyoung, B.A., M.A. adalah salah seorang lulusan Program Doktor (S3) Ilmu Linguistik yang hari ini (17 Desember 2015) telah melalui tahap Ujian Promosi Doktor Terbuka di Aula Prof. Mattulada Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas). Promosi doktor Oppa Juyoung dihadiri oleh ayah, saudara laki-laki Oppa, para guru besar, dosen dan mahasiswa FIB Unhas. Suasananya sangat menyenangkan sekali karena banyak hal yang dapat dipelajari dari seorang doktor muda, Dr. Lee Juyoung.

Disertasinya yang berjudul ‘Keergatifan Bahasa Barang-Barang sebagai Petunjuk Genealogi bagi Kelompok Wotu-Wolio:  Berbasis Program Minimalis’ mampu membawa Oppa Lee Juyoung sebagai salah satu lulusan doktor yang unggul. Dipromotori oleh Prof. Hamzah, Prof. Moses dan Prof. Darwis dan diuji oleh Prof. Hakim, Ibu Dr. Kamsinah dan Penguji eksternal,  Dr. Yassir (Universitas Atmajaya).

Ada salah satu hal yang saya kagumi dari semua hasil kerja keras Oppa Juyoung ini, yaitu ketika Prof. Dr. Abdul Hakim Yassi, Dipl. TESL., M.A. (sebagai penguji) sempat menawarkan Oppa Juyoung menjadi dosen FIB di Universitas Hasanuddin. Dengan keramahannya, Oppa Juyoung mengucapkan ‘Iye. Terima kasih.’ Namun sayang, Oppa Juyoung telah ditunggu kehadirannya di Universitas Hankuk Korea Selatan. *ditawari pekerjaan, menn… Tawaran itu datang ketika hasil karya, kerja keras dan kesungguhan berjalan seirama. Semoga Allah meridhoi langkah ini. Aamiin.

Menuliskan tentang Oppa Juyoung di sini, bukan karena modus tersembunyi. Hehehe. 🙂 Namun, saya melihat sebagai salah satu motivasi dan renungan bagi saya sendiri dalam menjalani kehidupan akademik.

Dapat dibayangkan seorang warga negara asing mau meneliti bahasa Barang-Barang yang merupakan salah satu bahasa daerah di Pulau Selayar dan salah satu rumpun bahasa Wotu-Wolio, di mana status keberadaan bahasa tersebut adalah hampir punah. Seorang warga asing yang berasal dari Korea Selatan mau jauh-jauh meneliti bahasa Barang-Barang yang hampir punah, yang letaknya ada di Pulau Selayar, Indonesia. Ini menunjukkan adanya kepedulian dari Dr. Lee Juyoung sebagai warga negara asing terhadap keberadaan bahasa daerah ini. Dan saya tentunya sebagai warga negara Indonesia yang memiliki bahasa daerah yaitu bahasa Wolio, apa yang saya telah lakukan untuk melestarikan bahasa daerah tersebut? Saya rasa masih belum banyak, malah kayaknya belum ada. Padahal bahasa daerah sendiri dapat menjadi ciri identitas diri. Lain halnya dengan Kakak senior saya, namanya Kak Yuli Yastiani. Kaka Uli, panggilan akrabnya, merupakan salah satu lulusan Program Magister (S2) Linguistik Unhas. Tesisnya yang mengangkat bahasa daerah membuat saya kagum terhadapnya. Dibimbing oleh Prof. Hakim dan Ibu Gusna, tesis Kk Uli yang berjudul ‘Makna Ideasional dalam Cerita Rakyat Buton: Kajian Linguistik Sistemik Fungsional’ mendapat apresiasi yang sangat bagus dari dosen pembimbing dan dosen penguji. Ini baru ada kontribusi untuk bahasa daerah di tanah kelahiran Kk Uli, yang kebetulan Kaka Uli dan saya berasal dari satu daerah yaitu Buton. Saya masih ingat apa yang dibilang Pak Kahar, ‘kita sebagai manusia ini harus bisa menjadi orang yang memberikan manfaat bagi orang lain.’  Tentunya manfaat dalam hal kebaikan yang positif.

Kembali ke Oppa Juyoung. Dalam melakukan penelitian ini, Oppa Juyoung telah mendalaminya dari jauh-jauh hari. Terlihat ketika Prof. Hamzah membacakan riwayat pendidikan Dr. Lee Juyoung, dari S1 telah mengambil Program Bahasa Indonesia sebagai bidang yang didalaminya, kemudian S2 mengambil Program Linguistik di Korea Selatan. Tak heran ketika berkomunikasi, Oppa Juyoung menggunakan bahasa Indonesia dengan sangat baik. Melanjutkan pendidikan S3 saja di Unhas ini, Oppa Juyoung telah menyiapkan segalanya dari jauh-jauh hari, terutama tentang penelitian yang akan dilakukan untuk menyelesaikan disertasinya. Nah ini, masalah ‘penelitian mahasiswa’ yang sempat dibahas secara ringkas tapi ‘mengena sekali’ oleh Prof. Hakim. Beliau bilang, kira-kira seperti ini, mahasiswa itu harus sudah siap dengan apa yang mau diteliti, perkaya pengetahuan dengan membaca jurnal. Jangan karena sudah mau dekat selesai masa studi baru mau memikirkan apa yang mau diteliti. *kodenya keras sekali, Prof. Memang benar, ini menjadi bahan renungan bagi saya khususnya yang sudah berada di status mahasiswa akhir. SEMANGAT, NING!!! Fokus fokus. Kata Prof. Hamzah, ‘Jangan terlalu banyak mengerjakan hal di luar apa yang akan dikerjakan. Fokus, fokus, fokus‘.

Left2Rigth: Kk Yuli Yastiani, Prof. Hamzah, Ning, Istri Prof. Hamzah, dan Dr. Lee Juyoung.
Left2Rigth: Kk Yuli Yastiani, Prof. Hamzah, Ning, Istri Prof. Hamzah, dan Dr. Lee Juyoung.

Menjadi seorang doktor muda di usia 33 tahun, Oppa Juyoung mendapat wejangan dari Promotornya, Prof. Hamzah Machmoed. Beliau menitip pesan bahwa jika sudah sampai di tahap ini sebagai doktor muda, pakailah ilmu padi. Makin berisi, makin merunduk. Jauhkan kesombongan dari dalam diri. Sekedar untuk diketahui, Oppa Juyoung tinggal di Maros selama menempuh pendidikan S3 di Unhas. Bisa dibayangkan kan? Butuh waktu sekitar 2 jam dari Maros untuk tiba di Kota Makassar. He has high motivation, guys. >.< Namanya juga orang belajar, harus ada pengorbanan yang besar untuk mencapai prestasi yang besar pula.

Left2right: Dr. Kamsinah, Prof. Hamzah, Prof. Hakim, Dr. Lee Juyoung, Prof. Bur, Ayah Dr. Lee Juyoung, dan Dr. Yassir
Left2right: Dr. Kamsinah, Prof. Hamzah, Prof. Hakim, Dr. Lee Juyoung, Prof. Bur, Ayah Dr. Lee Juyoung, dan Dr. Yassir

Once more again, Congratulation, Dr. Lee Juyoung!!! 🙂
You become one of inspiring people how to be a good academician. 🙂

Posted in Blog, Friend, Life

This Blog Saves Me

Saya boleh dibilang adalah orang yang bertipe introvert, namun kadang menjadi seorang yang ekstrovert. Tergantung situasi di mana saya berada dan posisi saya sebagai apa dalam sebuah komunitas sosial. Kata teman saya, Eldhy, kalau di antara kedua sifat itu ada namanya Ambivert. (Thanks inputnya, Dhy.) Namun, ketika ada keresahan atau kegembiraan, saya tidak bisa memendamnya sendirian. Apalagi ketika hal tersebut condong pada suatu permasalahan. Saya harus mengutarakannya entah itu kepada teman yang dipercaya ataupun menuliskannya di sebuah media sosial, alias blog pribadi saya, walaupun kadang tidak secara blak-blakan.

Entah sejak kapan kepercayaan diri saya muncul ketika harus menuliskan apa yang ada di dalam pikiran dan perasaan saya tentang suatu masalah yang dihadapi ke dunia maya ini. Bukan untuk mencari pengakuan terhadap orang-orang bahwa saya bisa menulis atau cerita saya ingin dibaca/ditahu orang-orang. Walaupun kebanyakan isi tulisan ini masih terlalu bersifat ‘personal dan informal’ writing.  Saya merasa nyaman saja untuk mengutarakannya lewat blog. Mungkin karena sudah kebiasaan menulis pengalaman sehari-hari di sini. Entah itu yang bersifat menarik ataupun yang membosankan. 🙂

source: google.com

Menurut saya, keberadaan blog ini menjadi salah satu penyelamat mental saya. Bagaimana perasaan ini terselamatkan oleh tulisan-tulisan yang mengalir begitu saja dari dalam pikiran. Bagaimana tulisan ini setidaknya menyembuhkan perasaan saya yang sedang bimbang terhadap suatu masalah. Bagaimana saya meluapkan kebahagiaan di tengah-tengah orang yang menyayangi saya. Jari-jari ini tidak berhenti untuk mengetik dan merangkai kata menjadi deretan kalimat dan akhirnya menjadi sebuah artikel tentang apa yang ada di dalam pikiran saya. Saya merasa lega karena dapat menulisnya, saya merasa bersyukur karena dapat mengukirnya lewat tulisan, dan saya bahagia karena ini salah satu alternatif untuk melatih mental bagaimana menyikapi suatu keadaan. Terima kasih, Allah. 🙂

Tulisan ini saja masih belum ditahu arahnya ke mana. Seperti apa yang telah digambarkan oleh Kaplan, tipe komunikasi orang Asia cenderung berputar-putar, dibanding dengan orang barat yang cenderung bersifat straightforward. Yah, that’s variety of communication.

Saya bersyukur dapat memperoleh fasilitas seperti ini. Memiliki sebuah netbook dan jaringan internet, ditambah dengan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang baik, hingga akhirnya karya informal saya pun lahir. Yaa, seperti tulisan yang teman-teman baca sekarang ini. 🙂 Secara tidak langsung, karya ini menjadi saksi perjalanan hidup saya. Bagaimana saya menghadapi kehidupan yang terus bergulat dengan sederet emosi yang beragam dengan tetap menjadikan diri sebagai agen Islam yang baik. Ini luar biasa.

Terima kasih sudah membaca postingan ini, teman. Semoga ada manfaatnya walaupun itu sedikit. 🙂

Posted in Life

Celoteh Kecil di Awal Desember

Alhamdulillah, akhirnya Desember datang lagi. Ya, hari ini adalah awal Desember di akhir tahun 2015. Telah banyak hal yang dilewati untuk tiba di waktu ini. Entah itu sesuatu yang menyenangkan ataupun menyedihkan. Namun, kembali memperbaiki hal-hal yang dirasa kurang untuk sesuatu hal sebelum tiba di saat ini tidaklah mungkin terjadi. Waktu tidak pernah bergerak ke belakang, bukan? 🙂

Saya hanya bisa mengambil pelajaran dari semua hal yang telah dan sedang terjadi untuk kehidupan yang lebih baik ke depannya. “Penglamaan, Pengalaman dan Pengamalan,” tiga hal yang selalu saya ingat ketika salah satu dosen menjelaskan hal tersebut dalam suatu mata kuliah. Berdasarkan tiga kata itu, saya berpendapat bahwa manusia yang dalam kehidupannya, semakin dewasa usianya, maka semakin banyak hal-hal yang ditemui dan semakin banyak masalah yang dihadapi hingga akhirnya mencoba untuk menyelesaikannya, sehingga hal-hal baik yang didapatkan dari pengalaman hidup tersebut dapat diamalkan untuk kebaikan diri sendiri ataupun orang lain. Bukankah manusia hadir untuk memberi manfaat kepada orang lain dan sekitarnya?

DSC_0102 (FILEminimizer)

Dan apapun yang telah terjadi pada diri kita, we must accept it. Ada orang yang menyalahkan orang lain, artinya orang tersebut belum belajar dan belum tahu apa-apa; ada orang yang menyalahkan diri sendiri, artinya orang tersebut masih belajar; dan ada orang yang yang tidak menyalahkan siapa-siapa, artinya orang tersebut telah belajar. Jika diminta memilih, saya mungkin cenderung ke orang tipe kedua, yang menyalahkan diri sendiri. Tapi, semakin ke sini, saya harus belajar memahami. Seperti apa yang dikatakan dosen saya, masalah terjadi karena tidak terjadi penerimaan oleh sutu hal. Kenapa tidak menerima? karena belum memahami. Apa yang kita lakukan di dunia ini, semuanya akan kembali kepada diri kita sendiri dan dipertanggungjawbkan di hadapan Allah. Olehnya itu, kata beliau, di dalam melakukan sesuatu, ada tiga hal yang sekurang-kurangnya harus dilakukan, yaitu 1) luruskan niat ketika ingin melakukan suatu hal, 2) maksimalkan usaha yang kita lakukan, dan 3) bertawakkal kepada Allah.

Berhubung saya ingin pergi kuliah dulu, yah, cukup sekian dulu tulisan ini. Nanti kapan-kapan lagi dilanjutkan. Semoga bermanfaat. Ini juga menjadi bagian pembelajaran dan pengingat untuk diri saya sendiri. Bukan bermaksud menggurui. Terima kasih dosen-dosen hebat saya yang telah menginspirasi. Bukan hanya tentang akademik, namun pelajaran hidup juga Bapak ajarkan. Terima kasih, Pak.