
Bagi-Bagi Hadiah. Ada di Karyasukasuka

What's on My Mind and Around Us
Setiap manusia memiliki perasaan cinta kepada lawan jenisnya. Tidak mengenal usia ataupun status. Dan ketika perasaan cinta itu terealisasikan dalam suatu hubungan, maka rasa cinta itu akan tumbuh semakin besar hingga bagaimana caranya masing-masing individu mempertahankannya agar tidak mengecil, pesonanya tidak luntur, ataupun rasanya menjadi hilang ditelan waktu. Ya, karena ini tentang rasa. Tentang hati. Tentang perasaan yang akan terbawa-bawa, entah sampai kapan akan berhenti mengikuti bayang-bayang jiwa kedamaian.
Ketika cinta itu bersatu, rasanya tidak ada yang bisa menggantikan. Mungkin benar apa yang dibilang orang-orang, ‘dunia serasa milik berdua, yang lain ngontrak’ :D. Tidak perduli orang mau bilang apa tentang cinta yang kita miliki terhadap pasangan. Kita melakukannya karena hati. Kita mampu merasakan momen-momen indah yang diciptakan berdua. Bersamanya. Indah sekali. 🙂
Sayangnya, momen bahagia itu tidak selama seperti apa yang dibayangkan.
Harus pergi. Cinta itu harus pergi.
Sakit. Iya, sakit. Sakit sekali.
Sesuatu hal yang belum bisa diterima. Kenyataannya tidak boleh seperti ini. Ekspektasinya salah. Ini salah. Ada yang salah dari keadaan ini.
Hati pun menolak perpisahan ini. Jangan pergi. Namun, situasi nyatanya seperti ini. Cinta harus pergi.
Rasanya sesak. Ingin berteriak. Pikiran mau meledak. Memikirkan, membayangkan, merasakan segala sesuatu yang terjadi di luar harapan. Tentang cinta itu. Raga ini gemetar, tidak tahu harus berbuat apa lagi. Hati pun ikut terluka, perih. Menangis. Iya, salah satu cara agar tetap bertahan dalam kondisi sepelik ini. Komplikasi perasaan. Entah, sembuhnya sampai kapan. Butuh waktu untuk menormalkan semuanya.
Mau menyalahkan siapa atas kepergian cinta itu? Tuhan? Pasangan kita? Bukan. Tuhan tidak pernah salah atas apa yang terjadi pada diri kita. Pasangan kita pun tidak salah akan masalah ini. Kita sendiri yang salah. Kita yang mencari-cari permasalahan cinta itu. Kalau sudah sakit hati seperti ini, sakit hatinya untuk siapa? Bukan untuk siapa-siapa. Untuk diri sendiri. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Sekali lagi, jangan pernah menyalahkan Tuhan atas setiap kesalahan yang dilakukan. Tuhan tidak pernah salah.
Awalnya akan terasa sulit. Langkah-langkah move on yang dilakukan pun akan terasa nihil hasilnya. Mungkin benar apa yang dikatakan orang-orang, ‘cuma butuh waktu saja untuk menyembuhkan sakitnya‘.
Iya. Cuma butuh waktu saja, butuh ketenangan, butuh keikhlasan, dan butuh kedamaian. Berusaha untuk tidak membenci. Berusaha untuk berdamai. Berusaha untuk menerima. Berusaha untuk tersenyum bahagia. Berusaha untuk ikhlas. Berusaha untuk yakin kepada Tuhan bahwa momen yang tidak diharapkan itu akan tergantikan dengan yang jauh lebih baik.
Kita sadar dan kita tahu kalau semua momen menyedihkan itu berasal dari mana. Dari diri sendiri. Berani bermain dengan perasaan. Tentu, berarti berani untuk siap mengambil resiko. Salah satu resiko terburuknya yaa ini. Ketika cinta harus pergi. Tapi, tak apalah. Mengikhlaskannya lebih baik daripada tidak menerima kenyataan. Mengakui kesalahannya dari diri sendiri lebih baik daripada menyalahkan Tuhan. Anggap saja sebagai pelajaran hidup dalam proses pendewasaan diri.
Waktu akan menuntun kita untuk sembuh dengan cara kita sendiri. Tergantung keseriusan kita. Berusaha untuk ikhlas. Berusaha untuk berdamai dengan masa lalu. Semuanya akan menjadi lebih baik. Kalau jodoh, takkan ke mana. Kata Afgan, jodoh pasti bertemu. 🙂 Insya Allah. Aamiin. Semangat.
Tuhan itu Maha Adil. Yakini itu.
Tulisan ini diikutsertakan dalam GiveAway Ketika Cinta Harus Pergi oleh Mbak Aida MA
Alhamdulillah sekali saya bisa bertemu lagi di bulan Ramadhan tahun ini (2013). Banyak hal-hal ajaib yang saya temui di tahun ini. Di banding tahun-tahun sebelumnya, semua terasa berbeda. Entah, mungkin karena setelah ‘peristiwa perasaan’ itu, proses belajar dewasa pun semakin bermakna. Ini jalan terbaik yang diberikan Allah.
Ramadhan tahun ini, banyak aktivitas penenang perasaan yang saya jalani. 🙂 Semua itu berkat keluarga, sahabat dan teman-teman yang selalu bersedia mengisi hari-hari saya bersama mereka. Mulai dari sibuk mengurus skripsi, menghabiskan waktu di kampus, buka bersama keluarga sampai shalat tarawih bersama teman-teman di Mesjid Agung Keraton Buton dan Mesjid Kuba.
Dan di antara aktivitas yang paling saya senangi di bulan Ramadhan ini adalah ketika saya bersama teman-teman ke Mesjid Agung Keraton Buton dan Mesjid Kuba untuk menunaikan shalat Tarawih. Saya, Mey, Tafry dan Hikma.
Karena sekarang saya sudah pandai mengendarai motor *karena tahun lalu belum bisa :D*, jadi shalatnya main jauh-jauhan. Iya, karena letak kedua mesjid tersebut dari rumah saya jaraknya jauh. Entah berapa kilometer. Yang jelas, lumayan jauh. Saya senang sekali kalau shalat di kedua mesjid itu. Rasanya tenang. Saya bisa merasakan kedamaian batin ketika harus berada di dalam mesjid-mesjid itu. *cieee… 😀
Sekilas tentang:
1. Mesjid Agung Keraton Buton. Mesjid yang terletak di dalam Benteng Keraton Buton ini merupakan salah satu warisan budaya Kesultanan Buton yang dibangun pada abad ke-18 oleh Sultan Sakiyuddin Durul Alam (La Ngkariyriy), beliau merupakan Sultan Buton ke-19.
2. Mesjid Quba. Yang terletak di Kelurahan Baadia, tidak jauh dari Mesjid Agung Keraton Buton, namun telah berada di luar Benteng Keraton. Mesjid ini didirikan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Idrus. Di sekelilingnya terdapat makam para pembesar Kesultanan Buton yang berasal dari turunan Sultan Muhammad Idrus. Beliau sendiri dimakamkan pada sisi selatan mesjid, dengan mesjid tersebut merupakan nisan beliau.
Tiap pulang Tarawih dari Keraton, kami selalu berkeliling Kota Baubau melewati Kotamara ataupun Pantai Kamali untuk melihat suasana kota di malam hari. Sekaligus merefreshkan pikiran setelah seharian beraktivitas. 😀 Semuanya saya rasakan Subhanallah. Terima kasih ya Allah. Terima kasih, teman-teman. 🙂 Saya rasa ini adalah salah satu keajaiban Ramadhan yang saya terima dari Allah.
Kasih sayang Allah sangat luar biasa. Mengingat kesalahan-kesalahan yang saya lakukan, dan kemudian Allah membalasnya dengan kebaikan yang saya tidak duga-duga. Karena, bisa jadi kan, Allah bisa saja membuat orang-orang di sekeliling saya menjadi menjauh, benci, dan tidak suka sama saya. Tapi, pada kenyataannya, malah sebaliknya. Saya merasa bersalah sekali sama Allah. Memang, saya bukanlah wanita sealim para ustadzah, saya juga tidak merasa bersih dari dosa, tidak merasa sudah baik, sudah sempurna. Tidak. Saya masih harus banyak belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Aamiin Ya Rabb 🙂
Title: Refrain
Writer: Winna Efendi
Publisher: GagasMedia
Edition: XVII, 2013
Size: 13 x 19 cm
Page: vi + 318 pages
ISBN: 979-780-326-7
Refrain. This is about friendship and love story. This book tells about Nata and Niki that have made friend since they’re still childhood. Then, Annalise (Anna) who comes in their friendship when they are in senior high school. Nata, Niki, and Anna.
Nata that realizes something had changed to Niki. He is used to regard Niki as a boyish girl. But, when they’re in senior high school. It looks different. Niki becomes more beautiful. Yah, Niki’s beautiful. And Nata feels that he falls in love with Niki. But, Nata loves her in silence.
Niki is a cheerful girl. She who has a dream to be a cheerleader and wants to have her first love at first sight. Unfortunately, she chooses Oliver (the basketball team captain of SMU Pelita) than Nata because Nata is her friend, not more.
Meanwhile, there is Annalise (Anna). She is a child of the popular model, Vidia Rossa. She always moves from one school to another. Meet new friends and then leave them. That’s why, she doesn’t like to build friendship. But, when she meets Nata and Niki, she feels comfortable to have friendship relationship with them. And finally, she has to fall in love with Nata. Also, in silence.
How can they manage their feeling each other in order to keep their friendship? We can know that story in this book. Refrain.
It’s not a complicated story. The plot is easy to be understood. Fortunately, the end of this story is happy ending.
There are some quotes that I like to read them, such as:
1. We cannot force a feeling of someone to like us. We just can do to allow, hope that he’s happy. (p.282)
2. Why it is so easy for someone to leave love for the sake of aspiration?…. Because love doesn’t want to hold out in heart of two people that do not want the same thing. Because if one of them doesn’t have an enough space for love, then love will go. (p.300)
3. There is no perfect friendship in this world. That there are only people who trying as much as possible to keep it. (back cover).
Refrain. When love always comes back. :’)
Title: Refrain
Writer: Winna Efendi
Publisher: GagasMedia
Edition: XVII, 2013
Size: 13 x 19 cm
Page: vi + 318 pages
ISBN: 979-780-326-7
Refrain. This is about friendship and love story. This book tells about Nata and Niki that have made friend since they’re still childhood. Then, Annalise (Anna) who comes in their friendship when they are in senior high school. Nata, Niki, and Anna.
Nata that realizes something had changed to Niki. He is used to regard Niki as a boyish girl. But, when they’re in senior high school. It looks different. Niki becomes more beautiful. Yah, Niki’s beautiful. And Nata feels that he falls in love with Niki. But, Nata loves her in silence.
Niki is a cheerful girl. She who has a dream to be a cheerleader and wants to have her first love at first sight. Unfortunately, she chooses Oliver (the basketball team captain of SMU Pelita) than Nata because Nata is her friend, not more.
Meanwhile, there is Annalise (Anna). She is a child of the popular model, Vidia Rossa. She always moves from one school to another. Meet new friends and then leave them. That’s why, she doesn’t like to build friendship. But, when she meets Nata and Niki, she feels comfortable to have friendship relationship with them. And finally, she has to fall in love with Nata. Also, in silence.
How can they manage their feeling each other in order to keep their friendship? We can know that story in this book. Refrain.
It’s not a complicated story. The plot is easy to be understood. Fortunately, the end of this story is happy ending.
There are some quotes that I like to read them, such as:
1. We cannot force a feeling of someone to like us. We just can do to allow, hope that he’s happy. (p.282)
2. Why it is so easy for someone to leave love for the sake of aspiration?…. Because love doesn’t want to hold out in heart of two people that do not want the same thing. Because if one of them doesn’t have an enough space for love, then love will go. (p.300)
3. There is no perfect friendship in this world. That there are only people who trying as much as possible to keep it. (back cover).
Refrain. When love always comes back. :’)
Yup. Actually, I’m not a busy woman because I’m not a businesswoman or an employee, but the fact, I must be like that. 😀 Whereas, I’m just a student of university.
If I must be in front of my netbook, I’m sure that I will forget what I have to do in my real world. Some important assignments. 🙂
I think, my blog will not be maintained well for some days because I must prepare something important. And I must work hard to bring my blog up with the new address name. That’s not an easy way. I have to be Online for hours for it. But, this is not the right time.
That’s why I call this as ‘Hibernate’. Just for some days to have day off. Not for having fun, but for the sake of the responsibility.
My unique code: DXE5P35DZSDC
Yup. Actually, I’m not a busy woman because I’m not a businesswoman or an employee, but the fact, I must be like that. 😀 Whereas, I’m just a student of university.
If I must be in front of my netbook, I’m sure that I will forget what I have to do in my real world. Some important assignments. 🙂
I think, my blog will not be maintained well for some days because I must prepare something important. And I must work hard to bring my blog up with the new address name. That’s not an easy way. I have to be Online for hours for it. But, this is not the right time.
That’s why I call this as ‘Hibernate’. Just for some days to have day off. Not for having fun, but for the sake of the responsibility.
My unique code: DXE5P35DZSDC
I already have a plan to change my blog address, from ningningocha.wordpress.com to niningsyafitri.wordpress.com. I admit that the old address name was one of the evidences that I have ever been a labile person. 😀 Yup. I gave my blog the name with ningningocha.wordpress.com when it was 2009, I was in senior high school.
I don’t regret to change this address to niningsyafitri.wordpress. Although I must start from 0 again. Yup, I must work hard again to promote my blog. It doesn’t matter, the important is I have the new blog address, it was according with my name, Nining Syafitri, not Ningningocha. Right?
I hope, by changing of this address, all my galau such a labile girl will not be often to be written here. 😀 Aamiin.
Mmm, I try to write in English not to prove that I’m smart or anything yaa. But, I just want to practice my self in English writing for certain purpose. If there are some mistakes in my writing, please correct it.
Last, I’m sorry for the reader about this address change. Hope you will not be bored to visit here. :’)
Judul: Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Pengarang: Tere Liye
Tebal: 264 halaman
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: IX, Maret 2013
Menahan perasaan kepada seseorang yang sangat dicintai adalah sakit. Ingin kata berucap, tapi tidak mampu melakukannya, bibir pun seakan tertutup untuk mengatakannya. Hanya dengan dipendam, maka perasaan itu akan tumbuh sendirinya tanpa ditahu. Didiamkan.
Bagaimana dengan perasaan ini? Tersiksa. Bukan fisik yang terluka, tapi hati. Jiwa yang abstrak ini sulit untuk ditemukan obat penyembuhnya. Dan ketika terlambat, semuanya akan menjadi salah.
Terluka untuk diri sendiri, sekaligus menyakiti orang lain. Semuanya akan terlihat nampak runyam. Bagaimana ini? Bagaimana dengan perasaanku? Bagaimana dengan perasaannya? Bagaimana dengan perasaanmu?
Tere Liye merangkai alur cerita ini menjadi cerita cinta yang cukup rumit. Cukup rumit untuk dimengerti. Kenapa harus ada DIAM dalam cerita ini?
Pesan-pesannya dalam cerita ini membuat saya speechless.
Berhasil membuat air mata ini keluar (lagi). Ah, Bang Tere. Kata-katamu membuat hatiku melankolis. “Bukan bekerja dan menanggung beban hidup orang dewasa… Bukan menanggung beban pikiran yang belum tiba masanya…” (2013; 59). Anak-anak yang hidup di jalanan. Penuh perjuangan mendapatkan sesuap nasi. Menjadi pengamen dari bus ke bus. Bisa dibayangkan hidup yang seharusnya mereka lalui dengan bermain, bersekolah. Harus tergadaikan dengan ‘keras’nya hidup yang mereka alami. Yang kadang sudah tidak memiliki orang tua. Apa kabarnya saya? Harusnya saya malu kepada mereka. Sering sekali mengeluh atas kesusahan hidup yang ringan yang saya alami. Mama, Papa, maafkan saya atas ketidakbaikan hati ini kepada kalian berdua. Kata-kata Tere Liye semacam ini seperti menjadi cambukan bahwa “Ning, kamu beruntung sekarang. Ayo, gunakan waktumu sebaik mungkin. Haruskah waktumu terbuang sia-sia dengan ketidakjelasan perasaan terhadap orang-orang yang telah menyakitimu? Sementara, masih ada orang-orang penting yang percaya akan kemampuanmu yang bisa membanggakan mereka karena telah menjadi bagian penting dari sebagian besar perjalanan hidupmu.”
Menurut saya, di dalam novel ini, Tere Liye mengajarkan sebuah kebijaksanaan hidup.
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.
Hidup ini akan terus berjalan. Sebahagia apapun, sesedih apapun yang kita jalani. Semua itu sudah menjadi bagian dari jalan Allah atas apa yang kita putuskan dan lakukan untuk hidup kita. Ya, kita harus hadapi, bukan berlari menghindar.
Bang Tere Liye. Kenapa harus ada kisah yang serumit ini?
Hmmm. Buku ini. Novel ini. I’m speechless. :'(
Judul: Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Pengarang: Tere Liye
Tebal: 264 halaman
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: IX, Maret 2013
Menahan perasaan kepada seseorang yang sangat dicintai adalah sakit. Ingin kata berucap, tapi tidak mampu melakukannya, bibir pun seakan tertutup untuk mengatakannya. Hanya dengan dipendam, maka perasaan itu akan tumbuh sendirinya tanpa ditahu. Didiamkan.
Bagaimana dengan perasaan ini? Tersiksa. Bukan fisik yang terluka, tapi hati. Jiwa yang abstrak ini sulit untuk ditemukan obat penyembuhnya. Dan ketika terlambat, semuanya akan menjadi salah.
Terluka untuk diri sendiri, sekaligus menyakiti orang lain. Semuanya akan terlihat nampak runyam. Bagaimana ini? Bagaimana dengan perasaanku? Bagaimana dengan perasaannya? Bagaimana dengan perasaanmu?
Tere Liye merangkai alur cerita ini menjadi cerita cinta yang cukup rumit. Cukup rumit untuk dimengerti. Kenapa harus ada DIAM dalam cerita ini?
Pesan-pesannya dalam cerita ini membuat saya speechless.
Berhasil membuat air mata ini keluar (lagi). Ah, Bang Tere. Kata-katamu membuat hatiku melankolis. “Bukan bekerja dan menanggung beban hidup orang dewasa… Bukan menanggung beban pikiran yang belum tiba masanya…” (2013; 59). Anak-anak yang hidup di jalanan. Penuh perjuangan mendapatkan sesuap nasi. Menjadi pengamen dari bus ke bus. Bisa dibayangkan hidup yang seharusnya mereka lalui dengan bermain, bersekolah. Harus tergadaikan dengan ‘keras’nya hidup yang mereka alami. Yang kadang sudah tidak memiliki orang tua. Apa kabarnya saya? Harusnya saya malu kepada mereka. Sering sekali mengeluh atas kesusahan hidup yang ringan yang saya alami. Mama, Papa, maafkan saya atas ketidakbaikan hati ini kepada kalian berdua. Kata-kata Tere Liye semacam ini seperti menjadi cambukan bahwa “Ning, kamu beruntung sekarang. Ayo, gunakan waktumu sebaik mungkin. Haruskah waktumu terbuang sia-sia dengan ketidakjelasan perasaan terhadap orang-orang yang telah menyakitimu? Sementara, masih ada orang-orang penting yang percaya akan kemampuanmu yang bisa membanggakan mereka karena telah menjadi bagian penting dari sebagian besar perjalanan hidupmu.”
Menurut saya, di dalam novel ini, Tere Liye mengajarkan sebuah kebijaksanaan hidup.
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.
Hidup ini akan terus berjalan. Sebahagia apapun, sesedih apapun yang kita jalani. Semua itu sudah menjadi bagian dari jalan Allah atas apa yang kita putuskan dan lakukan untuk hidup kita. Ya, kita harus hadapi, bukan berlari menghindar.
Bang Tere Liye. Kenapa harus ada kisah yang serumit ini?
Hmmm. Buku ini. Novel ini. I’m speechless. :'(